Minggu, 23 Desember 2012

Monumen & Museum Nasional


Memasuki liburan panjang menyambut natal, penduduk ibu kota mulai beranjak meninggalkan Jakarta menuju ke kampung halaman masing-masing. Tujuannya? Tentu saja ke daerah-daerah pusat liburan seperti Puncak, Bandung, Bali maupun ke luar negeri. Namun bagi saya, momen seperti ini justru kesempatan emas untuk menikmati Jakarta yang lengang, sepi dari kemacetan. Pada liburan kali ini, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi Monumen dan Museum Nasional. Kedua tempat ini berlokasi di Jl. Medan Merdeka sehingga memudahkan saya untuk mengunjungi keduanya. Tidak perlu berpanjang lebar lagi, mari memulai cerita saya kali ini.

Museum Nasional
Kalau liburan musim panas identik dengan pantai dan pegunungan, maka  liburan di musim hujan akan saya identikkan dengan museum. Tujuannya apalagi kalau bukan agar bisa tenang berada didalam museum jika sewaktu-waktu hujan datang *wink. Berbeda dengan museum-museum sebelumnya yang saya kunjungi, museum kali ini lebih menceritakan secara umum mengenai Indonesia dari jaman pra-sejarah hingga jaman modern. Museum Nasional terdiri dari dua gedung. Yang pertama nampaknya gedung asli dari museum nasional, hanya terdiri dari satu lantai dan halaman tengah gedung yang begitu hijau, kontras dengan tiang-tiang tinggi di sekelilingnya yang berwarna putih.


Di bagian depan gedung, ada papan besar bergambar profil berbagai suku di Indonesia, lengkap dengan pakaian adatnya. Papan ini dilukis dengan sangat baik dan benar-benar menampilkan ciri khas yang berbeda antara seluruh suku di Indonesia. Beranjak dari gedung bagian depan, saya disambut dengan berbagai arca-arca asli peninggalan sejarah yang di kumpulkan dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari arca yang hanya setinggi telapak tangan hingga arca yang menggapai langit-langit museum semuanya dipamerkan disini. Namun tidak perlu khawatir, setiap arca memiliki informasi yang bertuliskan nama, fungsi, dan sejarah singkat arca tersebut.

Selanjutnya, koleksi pameran yang berada dibagian belakang gedung nampak tidak mau kalah dengan deretan arca-arca tadi dalam menceritakan Indonesia kepada saya. Barang-barang yang dipamerkan didalam sini dibagi menjadi beberapa daerah di Indonesia. Setiap barang menceritakan fungsi dan sejarahnya masing-masing. Dari sini saya tahu kalau muka garang si barong dalam pertunjukan barong di Bali itu justru simbol kebaikan yang melumpuhkan kejahatan. Padahal awalnya saya berpikir, kalau penampilan barong yang mengerikan justru melambangkan kejahatan hehehe *wink.



Tidak hanya tentang barong dari pulau dewata, sejarah pembuatan tato, fungsi dan makna dibalik sebuah tato bagi suku Dayak juga diceritakan disini. Sekedar informasi bahwa bagi orang Dayak, tato bergambar bintang di bagian pundak itu berarti telah ada satu nyawa yang ‘dibebaskan’ oleh Mandau si pemilik tato. Mungkin, kalau orang dayak bertemu dengan perempuan yang gemar membuat tato bergambar bintang di bagian pundaknya akan berpikir “ngeri sekali perempuan-perempuan jaman sekarang.” Hahahaha…

Setelah mengelilingi gedung pertama secara keseluruhan, sekarang waktunya untuk beranjak ke bagian lain dari Museum Nasional Gedung kedua terlihat baru, terdiri dari tujuh lantai dimana lantai pertama hingga ke empat merupakan bagian gedung yang diperuntukkan sebagai museum. Yang menyenangkan, ada fasilitas eskalator dan lift untuk memudahkan para pengunjung mengelilingi bangunan museum.

Di lantai dasar, terdapat beragam koleksi yang menjelaskan tentang manusia purba, mulai dari teori-teori hingga temuan tulang belulang, serta contoh rangka dari zaman pra-sejarah. Di lantai dua, ada berbagai koleksi alat-alat perdagangan, prasasti dan miniatur-miniatur kapal yang banyak digunakan untuk pelayaran dan perdagangan. Uniknya, prasasti-prasasti  tersebut bukan hanya tertulis dalam bahasa sansekerta, melainkan juga huruf arab dan berbagai tulisan lainnya yang sudah punah.


Setelah mengelilingi lantai kedua, selanjutnya berpindah ke lantai atas. Sayangnya, pada saat saya berkunjung, sedang ada renovasi di lantai tiga. Tanpa membuang waktu lagi, saya langsung menuju lantai empat. Harta kekayaan kerajaan-kerajaan lampau Indonesia menjadi tema besar koleksi museum di lantai ini. Berbagai barang pameran dari guci yang ditemukan di dasar laut, hingga koleksi emas, perhiasan, dan alat-alat persembahan dari kerajaan-kerajaan di Indonesia juga di pamerkan disini. Sayangnya, di lantai ini tidak diperkenankan untuk mengambil gambar. 


Secara keseluruhan, saya sangat puas berjalan-jalan mengelilingi Museum Nasional ini. Para pengunjung juga tidak habis-habisnya berdatangan, baik rombongan wisatawan dalam negeri, turis luar negeri hingga anak-anak sekolah yang melakukan study tour. Selesai menjelajahi seluruh museum, akhirnya saya memutuskan untuk menikmati suasana Jakarta sore hari di sekitar Monumen Nasional.

Monumen Nasional (MONAS)
Tempat ini merupakan simbol ibukota Indonesia, Jakarta, sehingga keterlaluan kalau masih ada yang belum pernah mendengar tentang Monas sebelumnya. Saat sore hari, banyak hiburan murah meriah di sekitaran tempat ini. Mulai dari penyewaan sepeda gandeng, mobil-mobilan listrik untuk anak-anak, andong, layangan serta foto bersama dengan ondel-ondel sebagai ikon dari Jakarta. Selain itu, pengunjung juga dapat masuk ke museum di dalam monumen. Mau naik hingga ke puncak Monas? Tentu saja bisa. Cukup dengan membayar karcis – dan memiliki kesabaran untuk antri – kamu bisa menggunakan lift untuk naik hingga ke puncak dan menikmati pemandangan kota Jakarta dari ketinggian 130 meter.  Sayangnya, hari itu saya datang terlalu sore, hingga loket yang menjual karcis sudah tutup.
Untuk menghibur diri, saya hanya berkeliling-keliling di taman sekitar Monas, lalu duduk di salah satu kursi  dan menikmati pemandangan anak-anak bermain, keluarga yang sedang bercengkarama dan langit Jakarta yang saat itu sedang biru berawan. Bagi saya sendiri, menikmati suasana sore di tempat ini – walaupun selalu ramai pada saat akhir pekan – memberikan ‘ketenangan’ yang berbeda. Duduk santai dikelilingi hijaunya pohon dan rumput di sekitaran tugu, ditambah hembusan angin sepoi-sepoi, membuai saya dalam nikmatnya sisi lain kota Jakarta.




Mau ikut ‘bertualang’ ke tempat-tempat di atas? Tidak usah merogoh kantong terlalu dalam. Dijamin murah meriah!
Tiket masuk Museum Nasional: Dewasa Rp. 5.000; Anak-anak Rp. 2.000
Tiket masuk Museum Rombongan (min. 20 org): Dewasa Rp. 3.000; Anak-anak Rp. 1.000
Tiket masuk wisatawan mancanegara: Rp. 10.000
Foto bersama ondel-ondel: Rp. 10.000
Harga tiket masuk monas: Rp. 2000 - Rp. 5.000

Cerita oleh: Tenri Ake
Edit Cerita & Foto oleh: Cita Nursyadzaly

 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver