Minggu, 22 Juni 2014

Kembali ke Bromo Pananjakan 2

Subuh-subuh kami sudah terbangun untuk segera berburu sunrise ke Panajakan 2. Ini adalah kali kedua saya ke Bromo, namun sebelumnya saya melihat pemandangan sunrise dari Pananjakan 1. View disana lebih sering dan wajib dikunjungi oleh wisatawan. Berhubung ini adalah kali kedua kepergian saya maka tidak ada salahnya melihat sunrise di Bromo dari sudut pandang yang lain

Pananjakan 2

Berbeda dengan pananjakan 1 yang sudah turis banget, perjalanan melalui Pananjakan 2 lebih menantang. Kami sudah harus turun dari Jeep jauh dari tempat kami melihat sunrise. Kami pun harus melewati jalanan mendaki yang rasanya entah kapan berakhir. Maklum saja, kami berjalan pada pukul 04.00 subuh dimana tidak ada satu pun lampu jalan yang membantu menerangi. Cahaya yang kami gunakan hanya bergantung pada cahaya senter dan langit pada subuh itu. Belum lagi udara dingin pegunungan yang menyelimuti. Semakin kami lambat bergerak maka semakin dingin pula udara terasa.

Setelah melewati pendakian yang luas hingga pendakian yang kecil disela semak-semak, kami pun akhirnya tiba di puncak Panajakan 2. Untung saja kami datang tepat pada waktunya, tidak perlu menunggu terlalu lama kami pun sudah dapat menikmati indahnya sunrise yang muncul dari balik gunung bromo. Tidak terlalu banyak pengunjung yang melihat sunrise dari sini, namun ini berarti untuk melihat sunrisenya pun agak perlu perjuangan mengingat tempat ini belum terlalu dipersiapkan untuk kunjungan wisatawan.

Kelar melihat sunrise, tibalah saat untuk menikmati indomie cup dan minuman hangat khas pegunungan sebelum akhirnya kami harus turun untuk melanjutkan perjalanan mengelilingi kompleks wisata pegunungan Bromo ini.

Bukit Teletubies

Perjalanan dilanjutkan menuju bukit teletubies. Perbukitan ini memang nampak mirip dengan bukti hijau didalam serial teletubies. Ada beberapa perbukitan yang tidak terlalu tingga dan seluruh pemandangan yang membentang hijau membuat mata terasa sejuk memandangnya. Sayang kami tidak memiliki banyak waktu untuk berkeliling ataupun mendaki salah satu bukti teletubies ini biar lebih berasa lala dan po nya *wink




Bromo

Nah ini adalah tujuan utama kami datang kembali. Waktu pertama kali datang, cuaca amat sangat tidak mendukung. Angin pasir sewaktu itu membuat saya sulit untuk menikmati perjalanan. Bersyukurlah cuaca hari ini cerah saja, sehingga kami dapat mendaki dengan aman-aman saja. Meskipun terkadang masih ada angin yang berhembus kencang membuat kami harus memalingkan wajah.

Berjalan dengan teman-teman saya kali ini tentu saja lebih menarik namun terasa jauh. Lama foto-foto disetiap tempat pemberhentian Belum lagi karena tidak mau cukup sabar, akhirnya kami malah berputar, memanjat dan menurun lewati lembah. Namun tak apalah asal bisa ketawa dan berbahagia, dibandingkan berjalan sendiri tentunya akan terasa jauh sekali.



Tangga untuk menaiki Bromo pun sudah jauh lebih baik dari terakhir kali saya kesini. Anak tangganya tampak jelas dan pegangannya untuh hingga keatas. Sesampainya diatas kami pun bergantian untuk berfoto dengan kawah gunung Bromo. Kondisi gunung bromo yang sedikit reaktif mengeluarkan awan/ kabut dari dalam kawahnya membuat kami kadang sulit untuk mengambil gambar dengan kawah.


Puas bermain-main disekitar Bromo, akhirnya waktu kami untuk pulang pun tiba. Kami masih harus kembali  ke penginapan untuk mandi. Yah tentu saja kami baru mandi. Siapa yang cukup gila untuk mandi subuh-subuh dengan air pegunungan? Tentu saja jawabannya bukan saya *wink.



Sabtu, 21 Juni 2014

Jazz Gunung 2014 Bromo

Karena kebetulan sedang ada tiga project SAP Implementation di Surabaya maka kali ini kami berencana untuk sama-sama kembali ke Bromo. Nah mumpung tahun ini ada acara Jazz Gunung, rasanya sangat pas untuk menonton Jazz Gunung sebelum kembali mendaki Bromo. Perjalanan seperti biasa diawal dari berkumpul diSurabaya selanjutnya kami melanjutkan perjalanan menuju Bromo. Apa mau dikatakan ternyata animo untuk menonton acara ini cukup tinggi, sedangkan kami tidak melakukan persiapan apapun mengenai penginapan. Akhirnya setelah naik turun gunung lewati lembah, nemu jugalah kami dengan rumah penduduk yang bersedia untuk disewakan.
Kelar urusan penginapan dengan tema yang penting tidur aja dulu, kami pun segera bersiap-siap menuju ke acara Jazz Gunung yang telah dimulai beberapa saat yang lalu.

Jazz Gunung 2014


Meskipun namanya festival tapi enaknya sudah ada stage dan kursi penonton seperti di theater yang memudahkan kami untuk menonton acara Jazz ini dengan santai. Satu persatu penyanyi lokal jazz Indonesia bermunculan. Ada lagu yang kami tahu, banyak pula lagu yang kami tidak tahu. Namun yang pasti artis jazz yang muncul di acara ini pintar untuk memainkan suasana sehingga kami terus ikut bernyanyi dan bersenandung setiap kali mereka mulai memainkan lagunya.

Jazz itu ternyata juga bisa berkolaborasi dengan berbagai aliran musik, salah satunya adalah dengan musik traditional seperti yang di bawakan oleh Djaduk Ferianto. Oh iya hal yang paling menarik dari acara ini pun adalah MC dan Om Butet dengan sentilan-sentilan nya dengan kehidupan kita sehari-sehari memberi warna tersendiri untuk acara Jazz di Indonesia.

Puncak acara di isi oleh Syaharani yang sukses membuat semua orang ikut bernyanyi dengan lagu yang baru kali ini saya dengar. Setelah acara berakhir kami pun mendadak jadi fans Syaharani. Saya sampai bela-belain membeli langsung dvdnya untuk ditanda tangani oleh yang bersangkutan. Hahahahah ternyata dvd membawa hikmah, kami pun bisa berfoto langsung dengan sang penyanyi dengan alasan minta tanda tangan terlebih dahulu *wink



Rombongan Mendadak Jazz *wink


Sabtu, 19 April 2014

Kawah Ijen



Libur panjang kali ini saya memutuskan untuk menetap di Surabaya, ada satu tempat menarik yang ingin saya kunjungi di kota ini. Nama tempat ini adalah Kawah Ijen, berdasarkan artikel majalah yang saya baca di pesawat, Kawah Ijen memiliki fenomena blue fire atau api biru yang dapat wisatawan lihat. Satu hal yang menarik, fenomena alam ini cuma terjadi di dua tempat. Salah satunya di Kawah Ijen, Indonesia dan satunya lagi di Atlanta. 

Kawah Ijen terletak di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Perlu waktu tempuh sekitar 6-7 jam dari kota Surabaya menuju Kawah Ijen. Perjalanan dari Surabaya baru kami mulai pukul 19.00 WIB. Ini sudah jauh dari perkiraan perjalaan kami yang seharusnya dimulai 4 jam sebelumnya. Meskipun terbilang jauh, namun tidak mengapa, semoga kami tetap bisa sampai tidak jauh dari rencana.

Selama perjalan dari kota Surabaya kami mampir dulu untuk makan malam di kota Purbolinggo, ada restoran wajib yang selalu saya singgahi tiap kali melakukan long trip ke Jawa Timur. Nama restorannya adalah RM. Pak Soleh. Selain cara masaknya yang enak, harga dirumah makan ini pun bersahabat. Mau pesan ayam berapa ekor pun tetap tidak menguras kantong terlalu dalam *wink.

Menit berganti menit, jam berganti jam. Sudah terlelap dan terbangun berapa kali selama perjalanan tapi kami tidak sampai-sampai dilokasi. Waktu pun sudah menunjukkan pukul 03.00 WIB dini hari dan berita buruknya adalah kami rasa kami nyasar. Nyasar di tengah hutan pegunungan tanpa ada tanda-tanda pemungkiman dan kendaraan yang berlalu lalang. Sebelum nyasar lebih jauh lagi akhirnya kami balik arah dan mulai mencari rumah penduduk atau siskamling kampung terdekat yang dapat kami tanyai. Dan sampailah kami disalah satu kampung terdekat dengan jumlah rumah yang dapat dihitung jari. Menimbang-nimbang apakah pantas untuk membangunkan orang hanya untuk bertanya arah ke Kawah Ijen atau tetap jalan hingga menemukan orang yang masih terbangun saja. Akhirnya memutuskan untuk membangunkan salah satu warga dikampung ini saja. Pertanyaan berikutnya, rumah mana kiranya yang akan diketok. Ada rumah yang halaman depannya terparkir truk, nampaknya lebih beresiko untuk mendapatkan respon yang tidak menyenangkan. Akhirnya kami memutuskan untuk membangunkan salah satu dokter prakter dikampung itu. Dari membaca papan praktek didepan rumahnya yang masih di sinari lampu, seharusnya bapak dokter didalam sana sudah siap dibangunkan oleh keadaan darurat haahhaahah. Akhirnya salah seorang penghuni rumah keluar dan membenarkan jalur yang telah kami ambil tadi.

Maka perjalanan pun dilanjutkan. Kami baru tiba dillokasi pada pukul 04.30 dini hari. Rasanya sedikit kecewa karena matahari yang menyingsing menandakan tidak ada lagi api biru yang akan menyapa kami diatas kawah sana. Setelah istirahat sekitar 30 menit, maka perjalan menuju puncak Kawah Ijen pun dimulai. Sebelum pendakian ada papan bertuliskan 3 km, terlihat begitu mudah perjalanan kali ini. Namun pada kenyataannya, papan tersebut tidak menyebutkan kalau jarak tempuh 3 km dengan tingkat pendakian 30-45’ kemiringan tanah. Normalnya waktu daki yang ditempuh sekitar 2-2.5 jam. Ada beberapa tempat istirahat selama pendakian tersebut, namun hanya ada satu tempat peristirahatan yang menjual makanan seperti mie instant dan minuman kopi dan teh panas. 


Setelah 2 km perjalanan yang ditempuh dalam waktu kurang dari sejam, akhir kami tiba juga di satu-satunya rumah makan yang saya sebutkan tadi. Rumah makan ini sungguh ramai, karena menjadi titik temu atau istirahat bagi wisatawan yang baru akan naik maupun yang telah turun dari puncak kawah.

Tidak berlama-lama, kami pun melanjutkan perjalanan berikutnya 300 meter pendakian dan 700 meter jalan mendatar hingga puncak. Lagi-lagi harapan tinggal harapan, 300 meter pendakian terakhir ini sungguh menyiksa. Asap kawah yang tertiup angin menuju kearah kami, belum lagi kabut yang masih mengelilingi jalur pendakian benar-benar menyiksa pernapasan. Saya sampai harus membasahi masker saya beberapa kali agar nafas saya tidak terlalu sesak. Tentu saja saya pun banyak berhenti di beberapa tempat untuk mengatur nafas dan mengembalikan tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Mata dan hidung mulai berair, tenggorokan mulai perih, dada mulai sakit namun tiba-tiba semua terbayarkan dengan pemandangan yang indah di pinggir kawah. Beberapa ratus meter jalur menuju kawah yang berliku-liku didepan mata mulai muncul di iringi dengan menghilangnya kabut asap tadi.
Saya saja sampai bingung harus berfoto dengan latar belakang apa. Apakah dengan kelok-kelok tebing disekitar saya atau dengan gunung berselimur awan dibelakang saya. Tentu saja ini membuat kami mengabiskan waktu sekitar 30 menit untuk berfoto bergantian. Setelah puas mengabadikan moment tersebut, perjalanan kembali kami lanjutkan. Tidak membutuhkan waktu berapa lama, akhirnya kami sampai juga di bibir Kawah Ijen. Warna kawah yang hijau dan terkadang diselimuti asap kadang pula hijau bersih tanpa asap. Sungguh pemandangan yang indah dan santai untuk dinikmati beberapa menit disana. 


Beberapa kawan saya, menawarkan saya untuk turun ke kawah, melihat lebih dekat proses penambangan belerang. Awalnya saya sangat tertarik, namun melihat jalur turun yang tidak jelas dan asap yang kadang tiba-tiba menebal membuat saya cukup puas untuk menunggu diatas saja. 


Selama proses menunggu teman-teman saya ini, rasanya ada kesedihan tersendiri melihat para penambang yang harus naik turun gunung dan kawah untuk mengangkat belerang padat seberat 70kg-100kg dipundak mereka. Bentuk otot bahu yang tidak beraturan, tulang kaki yang melengkung dan peluh yang terus keluar. Setiap kilo belerang yang mereka bawa dihargai hanya Rp. 800,00/kg. Ini berarti mereka harus mengangkat belerang 10kg sepanjang 6 km baru mereka bisa menyantap pop mie rebus yang saya makan tadi. Hohoho maaf, isi blognya jadi sinetron padahal saya lagi mau menceritakan perjalanan saya. Tapi mungkin ada baiknya jika kamu merencanakan perjalanan kamu ke Kawah Ijen, membawa buah tangan seperti sembako atau pakaian layak pakai laki-laki, benar-benar akan menghapus kesedihan kamu melihat kondisi mereka.



Setelah lama menunggu akhirnya pada pukul 10.00 WIB teman-teman saya sudah nampak dari kejauhan. Kami pun memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu selama sejam sebelum akhirnya turun gunung *wink.

Ittenary:
Sewa Mobil: Rp. 375.000,00
Solar: 40 liter/ PP Rp. 350.000,00++
Makan: Rp. 25.000 – Rp. 30.000 


 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver