Sabtu, 19 April 2014

Kawah Ijen



Libur panjang kali ini saya memutuskan untuk menetap di Surabaya, ada satu tempat menarik yang ingin saya kunjungi di kota ini. Nama tempat ini adalah Kawah Ijen, berdasarkan artikel majalah yang saya baca di pesawat, Kawah Ijen memiliki fenomena blue fire atau api biru yang dapat wisatawan lihat. Satu hal yang menarik, fenomena alam ini cuma terjadi di dua tempat. Salah satunya di Kawah Ijen, Indonesia dan satunya lagi di Atlanta. 

Kawah Ijen terletak di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Perlu waktu tempuh sekitar 6-7 jam dari kota Surabaya menuju Kawah Ijen. Perjalanan dari Surabaya baru kami mulai pukul 19.00 WIB. Ini sudah jauh dari perkiraan perjalaan kami yang seharusnya dimulai 4 jam sebelumnya. Meskipun terbilang jauh, namun tidak mengapa, semoga kami tetap bisa sampai tidak jauh dari rencana.

Selama perjalan dari kota Surabaya kami mampir dulu untuk makan malam di kota Purbolinggo, ada restoran wajib yang selalu saya singgahi tiap kali melakukan long trip ke Jawa Timur. Nama restorannya adalah RM. Pak Soleh. Selain cara masaknya yang enak, harga dirumah makan ini pun bersahabat. Mau pesan ayam berapa ekor pun tetap tidak menguras kantong terlalu dalam *wink.

Menit berganti menit, jam berganti jam. Sudah terlelap dan terbangun berapa kali selama perjalanan tapi kami tidak sampai-sampai dilokasi. Waktu pun sudah menunjukkan pukul 03.00 WIB dini hari dan berita buruknya adalah kami rasa kami nyasar. Nyasar di tengah hutan pegunungan tanpa ada tanda-tanda pemungkiman dan kendaraan yang berlalu lalang. Sebelum nyasar lebih jauh lagi akhirnya kami balik arah dan mulai mencari rumah penduduk atau siskamling kampung terdekat yang dapat kami tanyai. Dan sampailah kami disalah satu kampung terdekat dengan jumlah rumah yang dapat dihitung jari. Menimbang-nimbang apakah pantas untuk membangunkan orang hanya untuk bertanya arah ke Kawah Ijen atau tetap jalan hingga menemukan orang yang masih terbangun saja. Akhirnya memutuskan untuk membangunkan salah satu warga dikampung ini saja. Pertanyaan berikutnya, rumah mana kiranya yang akan diketok. Ada rumah yang halaman depannya terparkir truk, nampaknya lebih beresiko untuk mendapatkan respon yang tidak menyenangkan. Akhirnya kami memutuskan untuk membangunkan salah satu dokter prakter dikampung itu. Dari membaca papan praktek didepan rumahnya yang masih di sinari lampu, seharusnya bapak dokter didalam sana sudah siap dibangunkan oleh keadaan darurat haahhaahah. Akhirnya salah seorang penghuni rumah keluar dan membenarkan jalur yang telah kami ambil tadi.

Maka perjalanan pun dilanjutkan. Kami baru tiba dillokasi pada pukul 04.30 dini hari. Rasanya sedikit kecewa karena matahari yang menyingsing menandakan tidak ada lagi api biru yang akan menyapa kami diatas kawah sana. Setelah istirahat sekitar 30 menit, maka perjalan menuju puncak Kawah Ijen pun dimulai. Sebelum pendakian ada papan bertuliskan 3 km, terlihat begitu mudah perjalanan kali ini. Namun pada kenyataannya, papan tersebut tidak menyebutkan kalau jarak tempuh 3 km dengan tingkat pendakian 30-45’ kemiringan tanah. Normalnya waktu daki yang ditempuh sekitar 2-2.5 jam. Ada beberapa tempat istirahat selama pendakian tersebut, namun hanya ada satu tempat peristirahatan yang menjual makanan seperti mie instant dan minuman kopi dan teh panas. 


Setelah 2 km perjalanan yang ditempuh dalam waktu kurang dari sejam, akhir kami tiba juga di satu-satunya rumah makan yang saya sebutkan tadi. Rumah makan ini sungguh ramai, karena menjadi titik temu atau istirahat bagi wisatawan yang baru akan naik maupun yang telah turun dari puncak kawah.

Tidak berlama-lama, kami pun melanjutkan perjalanan berikutnya 300 meter pendakian dan 700 meter jalan mendatar hingga puncak. Lagi-lagi harapan tinggal harapan, 300 meter pendakian terakhir ini sungguh menyiksa. Asap kawah yang tertiup angin menuju kearah kami, belum lagi kabut yang masih mengelilingi jalur pendakian benar-benar menyiksa pernapasan. Saya sampai harus membasahi masker saya beberapa kali agar nafas saya tidak terlalu sesak. Tentu saja saya pun banyak berhenti di beberapa tempat untuk mengatur nafas dan mengembalikan tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Mata dan hidung mulai berair, tenggorokan mulai perih, dada mulai sakit namun tiba-tiba semua terbayarkan dengan pemandangan yang indah di pinggir kawah. Beberapa ratus meter jalur menuju kawah yang berliku-liku didepan mata mulai muncul di iringi dengan menghilangnya kabut asap tadi.
Saya saja sampai bingung harus berfoto dengan latar belakang apa. Apakah dengan kelok-kelok tebing disekitar saya atau dengan gunung berselimur awan dibelakang saya. Tentu saja ini membuat kami mengabiskan waktu sekitar 30 menit untuk berfoto bergantian. Setelah puas mengabadikan moment tersebut, perjalanan kembali kami lanjutkan. Tidak membutuhkan waktu berapa lama, akhirnya kami sampai juga di bibir Kawah Ijen. Warna kawah yang hijau dan terkadang diselimuti asap kadang pula hijau bersih tanpa asap. Sungguh pemandangan yang indah dan santai untuk dinikmati beberapa menit disana. 


Beberapa kawan saya, menawarkan saya untuk turun ke kawah, melihat lebih dekat proses penambangan belerang. Awalnya saya sangat tertarik, namun melihat jalur turun yang tidak jelas dan asap yang kadang tiba-tiba menebal membuat saya cukup puas untuk menunggu diatas saja. 


Selama proses menunggu teman-teman saya ini, rasanya ada kesedihan tersendiri melihat para penambang yang harus naik turun gunung dan kawah untuk mengangkat belerang padat seberat 70kg-100kg dipundak mereka. Bentuk otot bahu yang tidak beraturan, tulang kaki yang melengkung dan peluh yang terus keluar. Setiap kilo belerang yang mereka bawa dihargai hanya Rp. 800,00/kg. Ini berarti mereka harus mengangkat belerang 10kg sepanjang 6 km baru mereka bisa menyantap pop mie rebus yang saya makan tadi. Hohoho maaf, isi blognya jadi sinetron padahal saya lagi mau menceritakan perjalanan saya. Tapi mungkin ada baiknya jika kamu merencanakan perjalanan kamu ke Kawah Ijen, membawa buah tangan seperti sembako atau pakaian layak pakai laki-laki, benar-benar akan menghapus kesedihan kamu melihat kondisi mereka.



Setelah lama menunggu akhirnya pada pukul 10.00 WIB teman-teman saya sudah nampak dari kejauhan. Kami pun memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu selama sejam sebelum akhirnya turun gunung *wink.

Ittenary:
Sewa Mobil: Rp. 375.000,00
Solar: 40 liter/ PP Rp. 350.000,00++
Makan: Rp. 25.000 – Rp. 30.000 


 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver