Setelah penat bekerja yang kejar-kejaran dengan waktu akhirnya saya memutuskan untuk memanjakan sedikit otak dengan menulis pengalaman jalan-jalan yang indah. Paling tidak meskipun dibulan Ramadhan ini ngak bisa jalan-jalan, kenangan jalan-jalannya bisa sedikit menyenangkan hati. Perjalanan saya terakhir sebelum memasuki bulan Ramadhan ini adalah ke hutan Bangkirai.
Hutan bangkirai ini merupakan salah satu hutan lindung di kawasan Kalimantan Timur karena lokasinya yang masih masuk dalam kawasan Bukit Soeharto. Namun kekayaan alam yang dimiliki hutan Bangkirai ini nampaknya tidak dapat menyelamatkannya dari proyek pertambangan. Untuk mencapai kawasan hutan ini, dibutuhkan perjalanan sekitar dua jam dari kota Balikpapan. Untuk mencapai jalan masuk ke hutan Bangkirai sih hanya membutuhkan waktu sekitar sejam namun dari jalan raya terdekat ini dibutuhkan waktu yang sama lamanya hingga bisa masuk ketengah hutan. Mungkin untuk menikmati kawasan wisata ini dibutuhkan niat yang lebih dan ketekukan serta kerja keras *mulai ngawur wink. Tapi kali ini sih saya tidak main-main tentang kondisi jalan yang harus dilewati. Jalan tambang yang berbatu dan tanah merah, serta kondisi jalan yang sempit, mendaki dan berkelok benar-benar pengalaman off-road naik bus yang menyenangkan.
Namun semua usaha yang susah payah untuk mencapati tengah hutan Bangkirai ini rasanya terbayarkan dengan pengalaman yang akan saya dapat nanti. Setelah perjalanan dua jam memasuki kawasan hutan dan pertambangan, kini saatnya turun dari bus dan segera berjalan tracking memasuki hutan menuju “Canopy Bridge Bangkirai”. Canopy bridge adalah jembatan kayu yang dihubungkan dari tali temali. Tali-tali ini diikatkan pada pepohonan tinggi ditengah hutan. Jarak jembatan tersebut sekitar 30 meter dari tanah. Jembatan ini akan menghubungkan beberapa pohon besar yang menjulang tinggi. Baru mendengar deskripsi wisata ini saja saya sudah begitu bersemangat sekaligus memaksakan diri untuk mencobanya (sok-sok ngajakin padahal takut ketinggian *wink). Sebelum jantung berdebar, dari pintu masuk hutan, saya masih memiliki waktu sekitar 20 menit untuk mengumpulkan keberanian. Tracking melewati hutan yang masih alami dan banyak bekas pohon-pohon tumbang dipinggir jalan serta ranting-ranting ala-ala tarzan yang menguak masa lalu saya sebagai Jen :p.
Setibanya dikawasan wisata Canopy Bridge hal yang pertama saya lakukan adalah membeli air minum. Hal ini penting karena saya harus menaiki sekitar 14-20 tangga atau setinggi bangunan 7 lantai untuk sampai keatas pohon. Tidak usah khawatir kalau lupa membawa air minum karena ada monopoli perdagangan minuman dilokasi wisata (tentu saja perdagangan monopoli selalu masang harga seenak jidat, jadi sedia minum lebih baik daripada beli minum :p). Setelah membeli minuman dan membayar Rp15.000/org (domestik) atau Rp20.000/org (foreigner), maka pendakian anak tangga pun dimulai. Berbagai tips bagi si paranoid ketinggian saat mencoba wisata ini adalah sebagai berikut:
Menara untuk mencapai atas pohon |
1) saat menaiki tangga paling awal percepatlah langkah sehingga semangat yang belum surut bisa mendorong kamu hingga tangga yang lebih tinggi.
2) Jika pemandangan yang terlihat sudah dedaunan dan ranting maka jangan pernah melihat kebawah karena akan terasa mual, tetaplah menaiki anak tangga.
3) Jika mual tetap terjadi maka melihatlah kebawah sekarang maka dipikiran kamu bisa jadi adalah
- mau turun udah kepalang basah setinggi ini masa turun
- makin melihat kebawah makin mual aja
- keatas sudah lebih dekat, lanjut gannnnn!!! Hahaha ini nama jurusnya adalah menjebak diri sendiri *wink.
Saat sampai ditangga yang paling tinggi maka pemandangan hutan Bangkirai yang hijau dan udara yang sejuk akan segera menyapa. Berdiri diatas memberikan berbagai rasa yang berbeda. Ada perasaan takut karena ini benar-benar tinggi. Ada tiga pemandangan bebas yang bisa saya nikmati. Pemandangan atas langit yang luas setelah melewati hutan yang lebat, pemandangan hijau terbentang sejauh-jauhnya didepan mata dan pemandangan tanah cokelat jauh dibawah kaki saja polos tanpa ada pohon maupun ranting yang menghalanginya.
Meskipun saya heran kepada diri sendiri kenapa sering sekali membayar untuk membahayakan diri sendiri. Berjalan dijembatan kayu yang hanya dieratkan dengan besi dan tali-temali. Lebar jembatan pun hanya dapat dilewati oleh satu orang. Tentu saja, karena ini hanya kayu yang saling diikat maka mari bergoyang diatas ketinggian 30 meter tanpa alat pengaman sekali pun. Jika pertama melangkahkan kaki ada perasaan mencaci maki diri sendiri terhadap kegilaan ini, maka langkah berikutnya cuma ada rasa takjub dengan pemandangan yang ada. Selain pengalaman hati, pengalaman mata pun benar-benar sangat dimanjakan. Sempatkan beberapa waktu untuk berdiri dan menikmati pemandangan sekitar. Angin dan udara sejuk tentu saja akan menyapa dengan ramah. OMG!! Lagi –lagi alam Borneo ini membuat saya takjub.
Cerita oleh Tenri Ake
Foto oleh Yola & Cak Roni
Edit oleh Cita Nursyadzaly