Rabu, 23 Juni 2021

Desa Wisata Rammang-rammang, Maros


Setelah satu dekade mau kesini akhirnya beneran kesini. Ini ngak lebay yah, benar-benar satu dekade. Dari rencananya mau prewedding disini sampai akhirnya anak kedua berumur 2.5 tahun baru kesampaian ke sini. Padahal dari Makassar, hanya butuh waktu sekitar 45 menit hingga 1 jam untuk mencapai dermaga 2 sebelum akhirnya naik perahu wisata untuk mencapai desa wisata Rammang-rammang.  

Desa Wisata Rammang-rammang menawarkan keindahan yang berbeda untuk sunrise dan sunsetnya. Bagi kamu si sunrise hunter, kamu akan disuguhkan pemandaangan golden sunrise dari balik gunung Karst yang tinggi menjulang ini. Namun bagi kamu si sunset hunter, kamu bisa banget menikmati langit yang berubah romantis disore hari, perjalanan balik ke dermaga ditemani kunang-kunang dan tentu saja kerla-kerlip bintang yang akan menemani mu sepanjang perjalanan pulang.

Kali ini kami memilih perjalanan sore hari. Kami berangkat dari Makassar sekitar pukul 14.30 dan tiba di dermaga 2 kurang lebih 45 menit setelahnya. Setibanya kami disana, segera kami menyelesaikan keperluan di wc dan membeli air mineral botol kecil untuk dibawa. Setelah semuanya selesai, kami pun naik ke perahu yang akan membawa kami selama 30 menit menyusuri sungai ke desa wisata Rammang-rammang. Di dermaga sudah banyak perahu berwarna-warni yang siap mengantarkan wisatawan. Tarif perahu pun sudah jelas dan legal, jadi tidak perlu bingung lagi dan takut merasa rugi jika salah menawar harga perahu. Di dermaga 2 juga ada penyewaan topi bagi kamu yang merasa membutuhkan topi untuk menghalau sinar matahari. Karena kami menaiki perahu pada pukul 4 sore, sinar mataharinya sudah pas banget. Kami bisa duduk santai diperahu tanpa merasakan terik matahari, justru ditemani angin yang bergerak sepoi-sepoi sepanjang perjalanan kami.

Perjalanan 30 menit yang tidak terasa sama sekali, anak-anak yang awalnya tegang menaiki perahu yang berjarak sangat dekat dengan air pun akhirnya mulai nampak menikmati. Tangan dan pelukan mereka mulai merenggang dan mulai berani untuk menengok ke kiri kanan sungai untuk melihat pemandangan. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang berbeda, dimulai dari dermaga dengan perahu berwarna-warni, perkampungan pinggir sungai dan jembatan yang masih digunakan pendudukan, ada cafe dan penginapan yang terletak tidak jauh dari dermaga 1, bebatuan kars yang kadang terlihat muncul ditengah-tengah sungai atau berdiri tegak disisi kanan kiri sungai seperti pintu masuk yang menyambut kami ke desa wisata Rammang-rammang. 

Sesampainya kami di desa Rammang-rammang ini, kami segera disuguhi bukit kars yang menjulang tinggi dihadapan kami seperti menjadi benteng yang mengelilingi desa ini. Perahu akan parkir di dermaga menunggu kita hingga pulang. Yes, perahu ini kita sewa untuk trip pulang pergi seharian sebenarnya. Jadi bagi kalian yang datang sebelum makan siang dan baru beranjak meninggalkan dermaga disore hari, why not?

Setiap sudut desa ini terlalu instagramable, bahkan foto dengan sapi pun rasanya lucu juga *wink. Kami mulai berjalan menyusuri persawahan yang hijau menuju ke arah bukit kars. Selanjutnya kami mencoba untuk menikmati pemandangan desa ini dari tempat yang lebih tinggi. Desanya tidak besar, sehingga semua spot kita dapat capai hanya dengan berjalan kaki. Setelah sedikit menyusuri jalanan menanjak dan tangga alami dari perbukitan kars, sampailah kami diarea bukit kars yang nampaknya sengaja telah dipangkas dan dibuat rata agar dapat ditempati beberapa warung lokal. Tidak ada makanan berat yang dijual disini, hanya indomie, kopi, teh dan beberapa cemilan yang dijajakan.


Bagi orang tua dan anak saya, rasanya lebih baik jika mereka menunggu saja diwarung ini selama kami melanjutkan perjalanan ke spot berikutnya. Selanjutnya kami ingin melihat Gua Berlian. Sekali lagi lokasinya sama sekali tidak jauh dari lokasi kedua kami. Kami mulai menuruni perbukita kars tadi dan kembali berjalan menyusuri sawah hingga akhirnya kami tiba di perbukita kars yang membentuk seperti benteng desa tadi. Ada jalan kecil yang kami lalui untuk tiba di bawah kaki bukit kars ini. Ternyata kami belum tiba, kami masih harus sedikit mendaki jalanan tanah liat yang lumayan licin ini. Gua Berlian ini sangat kecil dan sempit, pintu masuk ke dalam gua pun vertikal. Tidak kebawah seperti gua lainnya, namun keatas. Untungnya sudah disediakan tangga dari kayu serta tali yang bisa kami pegang menuju ke mulut gua. Hanya satu orang yang bisa masuk kedalam mulut gua. Sempit sekali guys, tapi tidak perlu khawatir karena di dalam gua sudah ada warga lokal yang siap membantu kita naik. Setelah melewati mulut gua yang sempit, kita langsung dikelilingi kegelapan 100% cuy. Gua ini buntu hanya seluas kamar tidur saja. Tidak terdapat jalan lain yang dapat ditempuh. Warna lokal pun membantu dengan menyinari sudut goa dengan senter dan menunjukkan kerlap kerlip di seluruh dinding gua. Kerlap kerlip inilah yang disebut berlian oleh warga lokal. Setelah berfoto dengan group kami pun beranjank turun kembali, bergantian dengan group lainnya yang ingin masuk. Bye-bye jeans putih! kamu tidak akan pernah sama lagi :(.

 

Setelah matahari mulai beranjak turun, kami pun memutuskan untuk kembali ke dermaga. Sepanjang perjalanan kami dapat menikmati sunset dengan langit yang berubah warna dari orange hingga ke pink. Setelah langit menjadi gelap, pemandangan pun berubah menjadi sungai dengan pohon yang dihiasi kerlap kerlip kunang-kunang. Kami pun duduk tenang mempercayakan arah perahu kepada nahkodanya karena sesungguhnya aliran sungai ini benar-benar gelap hanya di hiasi cahaya kunang-kunang. Mata bapaknya setajam silet nampaknya.

Demikianlah perjalan kami kali ini, next balik kesini lagi mungkin bisa mencoba menghabiskan malam di salah satu penginapan di dermaga 1 yang sempat kami lewati tadi. Sampai jumpa!

 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver