Minggu, 23 Desember 2012

Monumen & Museum Nasional


Memasuki liburan panjang menyambut natal, penduduk ibu kota mulai beranjak meninggalkan Jakarta menuju ke kampung halaman masing-masing. Tujuannya? Tentu saja ke daerah-daerah pusat liburan seperti Puncak, Bandung, Bali maupun ke luar negeri. Namun bagi saya, momen seperti ini justru kesempatan emas untuk menikmati Jakarta yang lengang, sepi dari kemacetan. Pada liburan kali ini, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi Monumen dan Museum Nasional. Kedua tempat ini berlokasi di Jl. Medan Merdeka sehingga memudahkan saya untuk mengunjungi keduanya. Tidak perlu berpanjang lebar lagi, mari memulai cerita saya kali ini.

Museum Nasional
Kalau liburan musim panas identik dengan pantai dan pegunungan, maka  liburan di musim hujan akan saya identikkan dengan museum. Tujuannya apalagi kalau bukan agar bisa tenang berada didalam museum jika sewaktu-waktu hujan datang *wink. Berbeda dengan museum-museum sebelumnya yang saya kunjungi, museum kali ini lebih menceritakan secara umum mengenai Indonesia dari jaman pra-sejarah hingga jaman modern. Museum Nasional terdiri dari dua gedung. Yang pertama nampaknya gedung asli dari museum nasional, hanya terdiri dari satu lantai dan halaman tengah gedung yang begitu hijau, kontras dengan tiang-tiang tinggi di sekelilingnya yang berwarna putih.


Di bagian depan gedung, ada papan besar bergambar profil berbagai suku di Indonesia, lengkap dengan pakaian adatnya. Papan ini dilukis dengan sangat baik dan benar-benar menampilkan ciri khas yang berbeda antara seluruh suku di Indonesia. Beranjak dari gedung bagian depan, saya disambut dengan berbagai arca-arca asli peninggalan sejarah yang di kumpulkan dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari arca yang hanya setinggi telapak tangan hingga arca yang menggapai langit-langit museum semuanya dipamerkan disini. Namun tidak perlu khawatir, setiap arca memiliki informasi yang bertuliskan nama, fungsi, dan sejarah singkat arca tersebut.

Selanjutnya, koleksi pameran yang berada dibagian belakang gedung nampak tidak mau kalah dengan deretan arca-arca tadi dalam menceritakan Indonesia kepada saya. Barang-barang yang dipamerkan didalam sini dibagi menjadi beberapa daerah di Indonesia. Setiap barang menceritakan fungsi dan sejarahnya masing-masing. Dari sini saya tahu kalau muka garang si barong dalam pertunjukan barong di Bali itu justru simbol kebaikan yang melumpuhkan kejahatan. Padahal awalnya saya berpikir, kalau penampilan barong yang mengerikan justru melambangkan kejahatan hehehe *wink.



Tidak hanya tentang barong dari pulau dewata, sejarah pembuatan tato, fungsi dan makna dibalik sebuah tato bagi suku Dayak juga diceritakan disini. Sekedar informasi bahwa bagi orang Dayak, tato bergambar bintang di bagian pundak itu berarti telah ada satu nyawa yang ‘dibebaskan’ oleh Mandau si pemilik tato. Mungkin, kalau orang dayak bertemu dengan perempuan yang gemar membuat tato bergambar bintang di bagian pundaknya akan berpikir “ngeri sekali perempuan-perempuan jaman sekarang.” Hahahaha…

Setelah mengelilingi gedung pertama secara keseluruhan, sekarang waktunya untuk beranjak ke bagian lain dari Museum Nasional Gedung kedua terlihat baru, terdiri dari tujuh lantai dimana lantai pertama hingga ke empat merupakan bagian gedung yang diperuntukkan sebagai museum. Yang menyenangkan, ada fasilitas eskalator dan lift untuk memudahkan para pengunjung mengelilingi bangunan museum.

Di lantai dasar, terdapat beragam koleksi yang menjelaskan tentang manusia purba, mulai dari teori-teori hingga temuan tulang belulang, serta contoh rangka dari zaman pra-sejarah. Di lantai dua, ada berbagai koleksi alat-alat perdagangan, prasasti dan miniatur-miniatur kapal yang banyak digunakan untuk pelayaran dan perdagangan. Uniknya, prasasti-prasasti  tersebut bukan hanya tertulis dalam bahasa sansekerta, melainkan juga huruf arab dan berbagai tulisan lainnya yang sudah punah.


Setelah mengelilingi lantai kedua, selanjutnya berpindah ke lantai atas. Sayangnya, pada saat saya berkunjung, sedang ada renovasi di lantai tiga. Tanpa membuang waktu lagi, saya langsung menuju lantai empat. Harta kekayaan kerajaan-kerajaan lampau Indonesia menjadi tema besar koleksi museum di lantai ini. Berbagai barang pameran dari guci yang ditemukan di dasar laut, hingga koleksi emas, perhiasan, dan alat-alat persembahan dari kerajaan-kerajaan di Indonesia juga di pamerkan disini. Sayangnya, di lantai ini tidak diperkenankan untuk mengambil gambar. 


Secara keseluruhan, saya sangat puas berjalan-jalan mengelilingi Museum Nasional ini. Para pengunjung juga tidak habis-habisnya berdatangan, baik rombongan wisatawan dalam negeri, turis luar negeri hingga anak-anak sekolah yang melakukan study tour. Selesai menjelajahi seluruh museum, akhirnya saya memutuskan untuk menikmati suasana Jakarta sore hari di sekitar Monumen Nasional.

Monumen Nasional (MONAS)
Tempat ini merupakan simbol ibukota Indonesia, Jakarta, sehingga keterlaluan kalau masih ada yang belum pernah mendengar tentang Monas sebelumnya. Saat sore hari, banyak hiburan murah meriah di sekitaran tempat ini. Mulai dari penyewaan sepeda gandeng, mobil-mobilan listrik untuk anak-anak, andong, layangan serta foto bersama dengan ondel-ondel sebagai ikon dari Jakarta. Selain itu, pengunjung juga dapat masuk ke museum di dalam monumen. Mau naik hingga ke puncak Monas? Tentu saja bisa. Cukup dengan membayar karcis – dan memiliki kesabaran untuk antri – kamu bisa menggunakan lift untuk naik hingga ke puncak dan menikmati pemandangan kota Jakarta dari ketinggian 130 meter.  Sayangnya, hari itu saya datang terlalu sore, hingga loket yang menjual karcis sudah tutup.
Untuk menghibur diri, saya hanya berkeliling-keliling di taman sekitar Monas, lalu duduk di salah satu kursi  dan menikmati pemandangan anak-anak bermain, keluarga yang sedang bercengkarama dan langit Jakarta yang saat itu sedang biru berawan. Bagi saya sendiri, menikmati suasana sore di tempat ini – walaupun selalu ramai pada saat akhir pekan – memberikan ‘ketenangan’ yang berbeda. Duduk santai dikelilingi hijaunya pohon dan rumput di sekitaran tugu, ditambah hembusan angin sepoi-sepoi, membuai saya dalam nikmatnya sisi lain kota Jakarta.




Mau ikut ‘bertualang’ ke tempat-tempat di atas? Tidak usah merogoh kantong terlalu dalam. Dijamin murah meriah!
Tiket masuk Museum Nasional: Dewasa Rp. 5.000; Anak-anak Rp. 2.000
Tiket masuk Museum Rombongan (min. 20 org): Dewasa Rp. 3.000; Anak-anak Rp. 1.000
Tiket masuk wisatawan mancanegara: Rp. 10.000
Foto bersama ondel-ondel: Rp. 10.000
Harga tiket masuk monas: Rp. 2000 - Rp. 5.000

Cerita oleh: Tenri Ake
Edit Cerita & Foto oleh: Cita Nursyadzaly

Sabtu, 20 Oktober 2012

Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Tour


TMII atau Taman Mini Indonesia Indah terletak di timur Jakarta. Seperti kebanyakan orang ketahui, TMII memiliki koleksi rumah adat dari seluruh provinsi di seluruh Indonesia. Namun, saya tidak akan berkeliling dan menceritakan koleksi rumah adat tersebut. Tujuan saya kali ini adalah museum, gedung pertunjukan dan wahana balon udara. Pihak TMII berperan besar dalam cerita saya kali ini. Aksi gencar mereka menjual ‘paket’ murah berupa voucher ke wahana-wahana tersebut menjadi alasannya. Dan, aksi membeli voucher tersebut menjadi awal rekam jejak perjalanan saya di TMII. 

Museum IPTEK

“Seandainya waktu kecil saya diajak bermain sambil belajar di museum seperti ini, pasti sekarang saya sudah menjadi engineer.” Itulah hal pertama yang terlintas di kepala saya saat memasuki museum IPTEK ini. Hahaha ngarep! Tapi, tempat ini memang menarik untuk mempelajari ilmu fisika dan ‘kawan-kawannya’ yang lain. Di dalam museum ini, berbagai teori yang pernah saya baca di buku pelajaran semuanya dapat saya lihat aplikasinya melalui alat-alat peraga. Bahkan, teori-teori yang belum sempat diuraikan selama bersekolah juga diuraikan di sini. Saya sempat mencoba untuk duduk di atas paku, masuk ke dalam rumah simulasi gempa, dan duduk di kursi putar dengan memegang ban berputar untuk merasakan teori helikopter. Tidak hanya itu saja, saya juga merasakan pengalaman menjadi pemain sirkus yang mengendarai sepeda diatas tali baja yang tentu saja tidak akan pernah saya peroleh di sekolah.




Tempat ini benar-benar saya rekomendasikan untuk para orang tua maupun anak-anak sekolah sebagai tempat liburan alternative. Tidak perlu merasa aneh karena bermain sambil lucu-lucuan seru juga disini. Selamat menikmati liburan sambil belajar, ya :D.

Keong Emas
Tempat berikutnya yang saya kunjungi adalah keong emas. Wahana ini serupa bioskop yang mampu menayangkan film-film IMAX 3D. Durasi film yang diputar pun lumayan lama seperti di bioskop. Pertunjukan diadakan setiap jam, sehingga tidak perlu khawatir melewatkan pertunjukan film 3D di sini. Sayangnya, tidak diperkenankan untuk memotret di dalam Keong Mas, sehingga saya tidak dapat memberikan gambaran keadaan tempat ini dari dalam. Sebagai gantinya, saya tampilkan gambar saya dari luar saja ya *wink.

Balon Udara
Wahana yang satu ini lain daripada yang lain – tidak akan kamu temukan di pusat hiburan lain di Indonesia. Balon udara ini diterbangkan setinggi 100 meter dari tanah, dengan satu tali besi yang mengikat balon udara agar tidak terbang terbawa angin. Di dalam ‘keranjang’ balon udara, saya dapat berjalan melingkar 360° dan menikmati indahnya pemandangan Jakarta di sore hari saat matahari terbenam. Pergantian langit yang biru menjadi jingga benar-benar pemandangan yang berbeda. Transisi warna langit dari biru hingga menjadi merah kekuningan sungguh spekatkuler dan memanjakan mata. Dari atas tampak jelas seluruh bagian TMII dan kawasan di sekitarnya. 



Tidak perlu khawatir dengan masalah keamanan karena selama 10 menit berada di ketinggian, kita ditemani dengan para kru yang telah berpengalaman. Bahkan, semua kru sudah melewati beragam pelatihan sehingga bersertifikasi secara internasional. Aman! Untuk menaiki wahana balon udara ini, kamu harus merogoh kantong sebesar Rp. 90.000 – Rp. 120.000. Saya beruntung karena hanya harus membayar 1/3 dari harga normal berkat voucher murah dari internet tersebut. Dengan terbenamnya matahari yang menarik cahayanya dari bumi Indonesia, maka selesai jugalah perjalanan saya pada liburan kali ini. Selamat menikmati liburan yah thadaaaaa *wink.

Berwisata ke TMII bisa menjadi alternatif liburan jika memiliki bujet terbatas.
Anggaran biaya yang kamu keluarkan bisa dilihat di link berikut:

Cerita oleh Tenri Ake
Edit dan Foto oleh Cita Nursyadzaly

Senin, 17 September 2012

# TourGuideAneh

Dua trip saya yang terakhir nampaknya selau dimulai dengan posting kisah buruknya terlebih dahulu sebelum trip yang sebenarnya. Kali ini nampaknya saya harus membuat satu page sendiri untuk kisah seorang sopir yang mengantarkan saya dan teman-teman selama perjalanan. Kenapa si sopir ini sangat penting dan menjadi bagian penting dalam perjalanan saya. Berikut beberapa hal aneh yang dilakuin oleh supir ini.

Saya sebut saja sebagai "tips menghindari perjalanan buruk karena tourguide"

 
Ciri 1. Sopir merangkap ketua rombongan
Untuk perjalan selama di Jawa Timur sebenarnya saya dan teman-teman hanya ingin menyewa kendaraan saja. Kami rencananya menyetir sendiri. Namun tidak ada penyewaan seperti itu. Jadilah sewa mobil + sopir. Namun apa yang terjadi adalah sopir mobil yang terlalu supel tersebut berubah menjadi tour guide. 

Scene 1. Pertemuan pertama
#TourGuideAneh: Jadi kalian ini rencananya kemana-kemana aja?
Temen              : Kita mau ke malang ama batu dl hari ini. Bsok siang baru ke bromo trus nginep sehari. Habis itu ke Pasuruan dan Surabaya pas hari terakhir.
Saya                  : Mau ke Jatim Park ama BNS dulu hari ini. Makan cwie mie ama kafe pohon.
#TourGuideAneh: Kita ngak usah ke Jatim Park. Itu sama saja dengan dufan di Jakarta. Kalau ke Jatim Park   siangnya rugi karena malamnya BNS itu sama saja dengan jatim park.
Saya                  : Tapi kita mau makan siang ama singa disana, mau ke zoo parknya. 
#TourGuideAneh: Kita ngak usah kesana saya bawa saja ke BNS, nanti kita ke Probolinggo saja, disana ada    pulau pasir putih dan rafting. Disana lebih bagus.
Temen              : Bedanya apa ama yang dicitarik
#TourGuideAneh: ada fall yang beberapa meter (sambil menunjukkan foto rafting).

Scene 2.Permandian Air Panas
Saya                  : Kita mau ke permandian air panas ntar malam, bagus ngak?
#TourGuideAneh:Bagus (sambil mengacungkan jempol). Tapi kalau malam dia udah tutup. Cuma buka sampai sore saja.

Pagi-pagi buta gw udah siap-siap ke permandian air panas
#TourGuideAneh: Bangunin anak-anak saja kita berangkat sekarang. Disana udah banyak orang juga jam segini.

Didalam perjalanan gw tertidur hingga terbangun di kawasan air terjun Cuban Rondo.
Saya                 : kita kapan ke permandian air panasnya?
#TourGuideAneh: Habis dari sini kita kesana, itu soalny baru buka jam 8 pagi.

Ntah apa yang terjadi, si sopir mandi duluan dan temen-temen saya juga jadi pada mandi.
Saya                  : Yaudah kita berangkat sekarang? Anak-anak mandi disana aja kan mau mandi air panas.
#TourGuideAneh:Ngak apa-apa kalau ada yang mau mandi disini. Jam 9 pagi kok bukanya.

Setelah jam 10 siang, diantarlah saya dan pacar saya kesana. Mandi permandian air panas di siang hari? bener-bener random acara yang baik sekali. Untung saja ada private roomnya. Jadi,"Gw berendam! Lo nunggu"

Scene 3. Bromo

Setelah turun dari penanjakan
Saya                  : Kita makan dulu yuk, lapar.
#TourGuideAneh: Kita sarapan di probolinggo saja, ini masih jam 6.
Saya                 : Itu kita yang sarapannya jadi lama atau kita yang pulangnya dipercepat

Temen              : Nanti kita naik kuda atau jalan kaki
#TourGuideAneh: Nantilah diatur, foto-foto saja dibromo (menunjukkan kita tidak usaha naik keatas gunung)

Saya                  : kita tidak ke savana, teletubies dan air terjunnya yah
#TourGuideAneh: Kita kan ngak mungkin juga kesana
(Hening)


DONE! kalau kalian sudah punya fix plan apalagi kalau sudah melewati proses googling, random acara, dan budget! Cut saja kalau ada sopir yang seperti ini. Percayalah akan berujung buruk.


Ciri 2. Sopir yang tidak merasa sebagai sopir
Saat menyewa mobil pastikan tentang biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk sopir. Biasanya akan ada perjanjian seperti ini. Biaya makan sopir sekali makan Rp. 15.000. Jika dibawah keluar kota harus ada uang penginapan untuk sopir Rp. 100.000/ malam. Percayalah dengan biaya seperti ini mungkin terlihat banyak tapi sebenarnya lebih murah daripada rules mengenai biaya sopir yang tidak jelas, apalagi kalau sopirnya memang tidak jelas.

#TourGuideAneh: kalian kan anak muda nigh, hari ini kita ngak usah tidur, kita banyak di jalan aja. Kalau mau tidur di Jakarta aja.
Setelah jam 12 malam jadilah kita tidur didalam mobil dekat alun-alun kota batu. Saya pikir, karena kita mau jalan menuju bromo jam 1 malam, makanya kita menunggu di jalan saja daripada check-in. Alhasil ampe subuh si sopir tertidur di mobil dan buat kita semau gelandangan disana.

BNS
- Saat turun dan masuk ke BNS si #TourGuideAneh ikutan masuk (siapa yang bayar biayanya dia? KITA!)
- Masuk ke wahana si si #TourGuideAneh ikutan masuk (siapa yang bayar biayanya dia? KITA!)

Bromo
- Saat kita naik ke Bromo  si #TourGuideAneh ikutan masuk (siapa yang bayar biayanya dia? KITA!)
- Untuk naik ke bromo itu tidak semurah hanya membayar tiket masuk tetapi untuk sewa jeep kita harus membayarkan dia juga dengan nilai ratusan ribu perorang (siapa yang bayar biayanya dia? KITA!)

Ciri 3. Sopir pemalas
Berhati-hatilah dengan sopir yang punya seribu alasan apalagi mengenai jarak yang terlalu jauh atau waktu yang terlalu lama untuk mencapai suatu tempat karena bisa jadi, supir ini hanya malas untuk menyetir terlalu jauh kesana.

Setelah dua hari berada di Probolinggo tempat kelahiran si supir ini, jadilah siang itu kita ngak tau mau ngapain lagi di kota itu.
Temen              : Kita ke Surabaya saja siang ini. Pulang dari Surabaya baru kita menginap di Pasuruan.
#TourGuideAneh: Kita tidak mungkin ke Surabaya, ke Surabaya itu perjalanannya 4 jam, Trus nanti kita pulang ke Pasuruan dari Surabaya itu 3 jam. Kita tidak bisa ngapa-ngapain juga pasti di Surabaya.
Saya                 : Memangnya sekarang jam berapa?
#TourGuideAneh: Jam 1.30.
Saya                 : Berarti kalaupun 4 jam cukup kok kalau kita cuma mau ke Suramadu saja dan keliling di kota Surabaya. Kita kan cuma mau malam harinya saja di Suramadu.

Akhirnya jalanlah kita ke Pasuruan dari Probolinggo selama 1 jam perjalanan karena sudah tidak tahu mau ngapain lagi ke kota Probolinggo yang katanya ada pulau pasir putih dan rafting tapi adanya cuma diomongan tapi tidak kesana.

Pada malam hari setelah sampai ke Pasuruan, akhirnya saya dan pacar memisahkan diri ke Surabaya. Kami berdua berencana naik bus malam itu.

Saya                 : Pak tolong antarkan saya terminal terdekat, mau ambil bus ke Surabaya
#TourGuideAneh: Nanti saya antarkan saja kalian ke Surabaya. Nanti takutnya kenapa-kenapa banyak yang suka nipu di terminal.
Saya                 : Tidak usah, karena teman-teman disini siapa yang akan mengantar. Lagian kalau ke Surabaya terus balik kesini jauh dan makan bensin.
#TourGuideAneh: Ngak kok, paling cuma sejam saja kalau pakai mobil pribadi ke Surabaya.
Saya                 : (^%^^%$*%^&*&**&*$$#@#@#) Apa yang tejadi dengan jalanan di Jawa Timur ini. Kalau siang bisa 4 jam tapi kalau magrib jadi 2 jam saja Probolinggo-Surabaya. Apa segitu hebatkah pengaruh pemuaian pada aspal jalanan.

Ciri 4. Sopir kurang ajar
Melanjutkan cerita di atas, saat perjalanan diantarkan untuk mencari bus
#TourGuideAneh: Seharusnya temen-temen kamu itu sudah enak, di rumah keluarganya dia sudah ada 2 mobil jadi sebenarnya mereka sudah tidak butuh mobil ini.
Saya: Kalau seperti itu, hari ini kita sudah tidak sewa mobil ini pak. Bapak tidak dapat job lagi degh (tertawa sinis)
(Hening)
Add caption


  

Sabtu, 15 September 2012

Pertunjukan "BROMO"



























Rasanya baru 2 jam tertidur namun sudah harus terbangun lagi. Nampaknya ini telah menjadi kewajiban yang harus saya lakukan tiap kali berwisata di pegunungan. Mungkin karena saya selalu ingin mengejar keindahan sunrise dan sejuknya hawa pengunungan yang mana mengharuskan saya bangun sesubuh mungkin. Namun tidak menjadi masalah karena keindahan pegunungan kali ini sudah terbukti hingga ke manca negera. Apalagi kalau bukan Bromo, wisata pegunungan yang cocok bagi orang-orang yang memang suka mendaki ataupun orang yang hanya ingin menikmati indahnya pemandangan. Fasilitas dan akses yang sudah memadai membuat gunung Bromo menjadi salah satu tujuan favorit wisatawan lokal dan internasional.
Perjalanan saya kali ini dimulai dari kota Probolinggo. Biasanya, kalau mau ke Bromo, kamu bisa menyewa mobil dari kota Surabaya langsung ke Kabupaten Pasuruan atau ke kota Probolinggo. Namun, karena sebelumnya saya telah berkeliling ke beberapa kota di Jawa Timur, jadilah saya start dari kota Probolinggo saja. Satu hal yang pasti: berangkatlah dini hari sekitar jam 1 dari kota Surabaya agar sampai tepat waktu. Yang saya maksud bukan tepat saat matahari terbit, namun tepat sebelum jeep-Jeep mulai naik ke Penanjakan. Yup, saya harus naik Jeep untuk masuk ke kawasan wisata Bromo. Mobil sewaan akan diparkir di pinggir jalan kemudian diganti dengan jeep yang tentunya juga sewaan. Ada sekitar ratusan unit Jeep yang dapat kamu sewa di sini. Namun, meskipun jumlahnya ratusan, jeep-jeep ini selalu full booked saat weekend. Jadi, ada baiknya kamu memesan Jeep beberapa hari sebelum berangkat ke Bromo.
Mungkin kamu bertanya-tanya buat apa pakai Jeep? Kenapa tidak pakai mobil sendiri saja? Rute untuk mencapai Pananjakan – salah satu spot terbaik untuk melihat sunrise di Bromo– merupakan jalanan berpasir dan berdebu, serta harus melalui tanjakan yang cukup curam.  Nah, dalam medan yang berat kayak itu, hanya mobil Jeep yang bisa menembusnya. Bagi orang awam seperti saya yang hanya pernah melihat Bromo melalui foto, suasana Pananjakan yang gelap gulita seperti misteri buat saya. Di area ini ada tempat duduk berundak-undak menyerupai mini theater. Begitu kamu datang, telah banyak orang yang duduk, tidur-tiduran bahkan tidur beneran. Kalau tempat duduknya seperti ini, sunrise itu nampak seperti adengan film yang benar-benar harus di nikmati.
Tip: Kalau mau mengabadikan pemandangan bromo, carilah posisi paling depan. Bahkan, kalau perlu dekat pagar pembatas, karena itu satu-satunya cara agar saat sunrise nanti kamu benar-benar mengambil foto sunrise, bukan kepala manusia ;p. Oh iya, jangan lupa bawa tripod agar gambarnya tidak blur dan shaky ya…
Setelah menunggu beberapa saat, secercah cahaya mulai nampak perlahan dari sebelah kiri theater sunrise ini. Tanpa menunggu komando, orang-orang serentak mengambil foto, mencoba mengabadikan cahaya sunrise yang perlahan-lahan menyingkap keindahan pegunungan Bromo.
Dimulai dari megahnya Gunung Semeru yang mengeluarkan kepulan asap dari kawahnya. Selanjutnya deretan pegunungan dibawah kaki gunung Semeru yang mulai terlihat satu persatu. Namun, di antara pengunungan tersebut, nampak ada satu gunung yang terlihat menonjol. Ya, itulah gunung Bromo. Gunung yang terlihat jelas karena kawahnya yang menganga lebar ini seolah-olah mengingatkan bahwa ‘dia’ punya banyak cerita. Karena jumlah pengunjung yang membludak, kesempatan mengambil gambar yang bagus dengan para ‘selebriti alam’ ini mungkin akan terasa sulit. Bahkan banyak yang sampai melewati pagar pembatas demi mendapatkan foto.


Setelah puas mengumpulkan foto dari berbagai sudut, ada baiknya mampir di warung-warung di sepanjang jalanan turun dari Pananjakan untuk sarapan. Hal ini penting, mengingat kegiatan berikutnya adalah tracking gunung Bromo. Sama halnya ketika di daerah lain di pulau Jawa – selain Jakarta dan Bandung tentunya – harga makanan di daerah sini pun tidak terlalu melilit kantong. Tapi, hal yang sama tidak berlaku untuk suvenir, harganya hampir sama seperti di luar negeri saking mahalnya!
Rekan Sepenanggungan *wink

Setelah membeli jagung bakar dan memakannya sepanjang perjalanan turun ke lembah, kami meneruskan aktifitas berikutnya yaitu pendakian gunung Bromo. Namun, lagi-lagi perjalanan selanjutnya tidaklah semudah yang saya bayangkan. Mendaki gunung bromo di saat transisisi dari musim kemarau ke musim hujan hanya berarti satu hal: selamat datang di musim angin! Tapi, bukan angin yang membuat pendakian ini terasa berkesan, melainkan ‘serbuan’ pasir yang diterbangkan oleh angin. Rasanya kami seperti terjebak dalam badai pasir sepanjang jalur pendakian.
Sebenarnya, jalan yang harus ditempuh untuk sampai ke bibir kawah gunung Bromo tidak jauh. Walaupun hanya untuk sampai ke kaki gunung Bromo saja, saya harus jalan beratus-ratus meter karena Jeep tidak boleh masuk ke sana. Alasannya? Karena daerah itu merupakan wilayah bisnis transportasi kuda. Yah namanya juga bagi-bagi rejeki, kan.. Jika menggunakan transportasi kuda biasanya dikenakan biaya Rp.130.000 –Rp.150.000/kuda/orang/PP. Tapi kalau sudah agak siang sih bisa jadi Rp.75.000/kuda/orang/PP (silahkan menawar *wink).
Awalnya saya ingin mencoba bagaimana rasanya berjalan di tengah-tengah badai pasir. Ternyata rasanya sangat menderita! Saat badai pasir datang, saya harus berhenti dan membelakangi arah angin supaya pasir tidak masuk ke mata dan mulut. Saat tidak ada angin, lalu lalang orang yang berjalan di sekeliling saya membuat pasir-pasir halus kembali beterbangan. Belum lagi kuda-kuda yang hilir mudik menambah parah kesulitan saya untuk bernapas.



Akhirnya setelah mendaki kira-kira setengah dari gunung Bromo, saya memutuskan untuk naik kuda saja. Ternyata, kuda ini pun sebenarnya tidak dapat digunakan hingga ke bibir kawah. Kuda-kuda akan diparkir di dataran luas. tepat sebelum tangga yang menuju ke kawah, Setelah itu saya harus meneruskan pendakian yang sangat curam ke bibir kawah. Sebenarnya ada tangga beton yang bisa digunakan, namun kondisinya mengenaskan. Anak tangganya banyak yang rusak, bahkan di beberapa titik, pegangannya sudah runtuh, Apalagi kondisi tangga yang hampir seluruhnya tertutup oleh pasir, rasanya seperti sedang sedang mendaki bukit pasir sungguhan. Saya sampai berpikir jangan-jangan tangga ini peninggalan jaman kerajaan.
Setelah berjuang setengah hidup akhirnya saya sampai di bibir kawah Bromo, Sayangnya, badai pasir membuat dasar kawah hampir tidak terlihat. Namun saat menengok ke belakang, pemandangan badai pasir yang kadang menutupi kaki gunung Bromo memberikan kepuasan tersendiri karena telah jalan sejauh ini. Puas menikmati puncak Bromo, saya lalu turun kembali ke tempat parkir Jeep dengan membawa oleh-oleh khas Bromo: muka cemong di sana-sini, rambut kusut dan kasar serta baju dan sepatu yang penuh pasir .
Selain Panajakan dan Gunung Bromo masih ada beberapa tempat wisata di sekitar sini yang bisa kamu kunjungi. Pasir berbisik, padang kaktus dan padang savana. Untuk mengunjungi 4–5 lokasi tersebut biasanya dikenakan biaya sekitar Rp.500.000/++ untuk 5 orang/Jeep. Namun, jika hanya ingin ke Pananjakan dan gunung Bromo saja, biasanya dikenakan biaya sekitar Rp.350.000/++ untuk 5 orang/Jeep. Bagi yang mau langsung berendam air panas, bisa turun dari arah Pasuruan. kemudian dilanjutkan ke Malang dan Batu. Selamat berlibur *wink.
NB: Baca juga artikel terkait di bawah ini yah. Penting!

Budget:
Sewa Kamar : Rp 80.000-Rp 100.000/ malam
Sewa Mobi Jeep 3 tempat: Rp. 350.000/ mobil/ 5 orang
Sewa Kendaraan: Rp. 350.000- Rp 500.000
Makan: Rp 8.000 – Rp. 15.000/ Sekali makan

Foto oleh: Cita Nursyadzaly
Cerita oleh: Tenri Ake
Edit oleh: Cita Nursyadzaly
 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver