Minggu, 30 Juli 2017

Pulau Bidadari dan Pulau Kelor

Sepulangnya dari raja empat, rumah heboh dengan pembicaraan “Gimana hotelnya sudah dibooking? Jadinya pakai travel yang mana? Kapalnya nanti bagaimana?”. Bingung dengan pembicaraan ini, akhirnya saya bertanya kepada suami “Mau kemana?”. Kata suami “kita mau ke Pulau Bidadari”. “Kapan?” tanya saya. Suami dengan enteng menjawab “akhir minggu ini”. Saya baru sampai Jakarta dihari Selasa dan hari Minggu ini, kami sekeluarga akan kembali mengunjungi pantai. Hidup saya setengah bulan ini benar-benar di lautan.

Gampang-gampang susah ternyata mencari paket liburan ke Pulau Bidadari. Untuk ke resort tersebut sebenarnya gampang namun untuk travel yang menawarkan liburan Pulau Bidadari dan hopping island 3 pulau (Onrust, Khayangan dan Kelor) itu yang kurang jelas informasinya. Menjelang hari H akhirnya kami berhasil mendapatkan paket Rp. 370.000/orang untuk wisata ke pulau Bidadari, sudah termasuk entrance dan makan siang. Untuk berkeliling 3 pulau tersebut kami cukup membayar Rp. 60.000/orang. Selain itu karena ini trip keluarga maka diwajibkan banget untuk mengambil satu kamar agar gampang jika kakek nenek dan bocah-bocah ini mau beristrirahat harganya di Rp. 860.000/kamar.

Hari H pun tiba, kapal kami dijadwalkan berangkat pada pukul 10.00 WIB. Untunglah semua bocah tidak perlu drama untuk bangun paginya. Kami berjalan santai saja keluar dari rumah pukul 08.30 dengan prediksi sampai di Ancol sekitar pukul 09.00 WIB. Namun ternyata untuk masuk ke dalam Ancol sendiri ternyata membutuhkan waktu 1 jam antrian kendaraan. Kami pun sudah panic, takut ketinggalan kapal. Belum lagi sampainya, belum lagi cari parkirannya. Namun herannya petugas travel menjelaskan bahwa mereka pasti akan menunggu kami. Untungnya menjelang jam berangkat, kami pun sudah tiba di dermaga 15, dermaga ini khusus untuk keberangkatan ke Pulau Bidadari. Benar saja, kapal pasti akan mengunggu kami, karena hanya kami ber-7 penumpang kapal tersebut. Ada dua orang lagi yang seharusnya kami tunggu tapi nampaknya mereka menyerah karena masih terlalu jauh dan macet yang tak berhujung ini.

Pulau Bidadari


Setelah perjalanan 20 menit akhirnya kami sampai juga di pulau Bidadari. Ternyata Jakarta masih terlihat dari pulau ini. Satu pulau ini dimiliki private oleh resort Bidadari. Konsepnya villa, jadi seluruh kamar berkelompok-kelompok sesuai kelasnya. Tidak hanya kamar yang bentukannya cottage, ada juga beberapa rumah panggung yang mungkin biasa disewa untuk keluarga yang mau menginap. Tinggal pilih mau yang di daratan atau yang menjorok ke pantai.




Pantai berpasir putih halus namun tidak dengan airnya. Banyak pecahan karang yang bentukannya masih besar-besar sehingga agak kurang nyaman buat anak-anak untuk bermain air dipantai. Ombaknya pun termasuk kuat dan tinggi. Jadi kali ini bocah-bocah harus digendong bergantian oleh suami saya ketengah air agar bisa main air. Nampaknya mereka lebih senang untuk bermain dikolam renang saja. Betul saja, adek Luna yang masih berumur 1 tahun senangnya bukan main ketika kami memutuskan untuk pindah ke kolam renang. Mereka bergantian bermain seluncuran yang langsung menuju kolam renang. Kolam renang ini tingginya hanya sekitar 50 cm jadi aman untuk anak-anak.






Selain wisata pantai, kami pun bisa mengunjungi benteng yang terdapat ditengah-tengah pulau ini. Ada benteng bekar peninggalan Belanda disini. Uniknya benteng ini, hingga saat ini belum ditemuka pintu masuk asli ke dalam benteng. Sehingga untuk masuk ke dalam, pihak resort membuat tangga yang menuju ke atas benteng. Benteng ini juga sering dijadikan sebagai object photo prewedding dengan harga sewa sebesar Rp. 1.200.000/ day. Jika ada yang mau photo prewedding disini saya sarankan langsung ke kantor Pulau Bidadari di Ancol, booking lewat travel bisa mencapai harga Rp. 1.700.000/day.




Pulau Kelor



Setelah makan siang, pukul 14.00 WIB kami pun naik ke kapal untuk berkeliling pulau lainnya. Sebagai informasi, ada 4 pulau yang dijadikan pulau wisata sejarah oleh PemProv DKI. Pulau Bidadari, Pulau Onrust, Pulau Kelor dan Pulau Khayangan. Keempat pulau ini masing-masing memiliki benteng yang dulunya digunakan oleh Belanda untuk berperang melawan Inggris dan Portugis. Miniatur Pulau Kelor jaman dahulu seperti kota yang lengkap dengan pusat pemerintahan, perdangangan dan kesehatannya. Belanda akan bongkat muat barang dagangan di pulau ini sebelum membawanya ke Batavia.



Pada zamannya, pulau kelor dan pulau khayangan ini juga sempat digunakan sebagai tempat karantina haji. Masih tersisa reruntuhan asrama haji di Pulau Kelor dan jembatan yang menghubungkan antara pulau Kelor dan pulau Khayangan. Jika Pulau Kelor adalah asrama haji maka pulau Khayangan adalah pusat medis. Oleh karena itu, dibangunlah jembatan yang menghubungkan kedua pulau ini.

Namun sayangnya perang dan gempa vulkanik Merapi juga menambil peran dalam runtuhnya bangunan sejarah di kepulauan ini. Banyak bangunan yang hanya tersisa puing, selain itu terdapat juga kompleks makan orang-orang Belanda yang meninggal dan dikuburkan di pulau ini. Gedung yang masih berdiri adalah gedung yang sekarang digunakan sebagai museum sejarah.
Pepohonnan di pulau ini sungguh rindang dan teduh, cocok sekali dengan cuaca yang sungguh menyengat hari ini. Jika saja rerumputan disekitar pulau ini dirawat dengan baik, pasti saya dengan senang hati gelar terpal dan piknik ria disini. Tapia da bagusnya juga tidak perlu sebaik itu, karena rumputnya bagus bisa jadi berbanding lurus dengan sampah dari sisa piknik orang-orang. Namun pulau ini termasuk rapi dan bersih, mungkin karena retribusi wisatawan sebesar Rp. 5000/ orang sehingga pemerintah punya pemasukan untuk membayar anggota kebersihan yang lebih untuk
mengurusnya.



Setelah berkeliling pulau ini kami pun kembali menuju Pulau Bidadari, saya sempat bersiap-siap untuk turun di pulau Onrust namun kata guide yang membawa kita “kita hanya turun dipulau Kelor karena dermaga dipulau tersebut yang cocok dengan kapal kita belum termasuk ombak yang cukup tinggi saat itu”. Namun setelah saya berkeliling, semua dermaga pulau ini sama saja lebih tinggi dari kapal dan kami harus manjat untuk naik. Padalah pulau Onrust adalah pulau Utama yang ingin kami kunjungi sebenarnya. Jadi Rp. 60.000/orang untuk keliling 3 pulau itu hoax saja rasanya. Iya 3 pulau yang hanya dapat dipandangi saja hahahhhahaha.

Untuk kamu yang tertarik mengunjungi ke empat pulau ini, mungkin bisa naik dari muara Angke atau Muara Karang saja. Cukup bayar Rp. 35.000/orang untuk sampai di pulau Kelor dan Rp. 75.000/ orang untuk berkeliling pulau. Cuma ini bentuknya benar-benar seperti naik angkot, diatas kapal kita akan duduk bersamping-sampingan hingga atas hingga bawah tidak ada space kosong yang terlewatkan *wink.
Pulau Onrust


Pulau Khayangan

Mertua senang, anak senang, papi dan mami riang. Sampai jumpa ditrip berikutnya *wink









Photo by: Cita Nursyadzaly
Tenri Ake

Senin, 24 Juli 2017

Raja Ampat Day 3 - Piaynemo, Telaga Bintang, Arborek, Sawindarek dan Sorong

Tibalah hari terakhir perjalanan kami. Bangun pagi kali ini terasa lebih berat karena semalam ada acara musik hingga larut malam. Semua menikmati malam di Prajas dengan bernyanyi dan menari bersama crew dari Kurkapa. "Apa yang terjadi di Papua, tertinggal di Papua" hahahahahah

Bangun pagi ini diawali dengan krisis air karena air dan listrik baru akan menyala maupun mengalir sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Contohnya listrik baru menyala setelah jam 18.00 WIT sedangkan air baru mengalir setelah jam 06.00 WIT. Jadi isilah bak mandi hingga penuh pada malam hari agar besok paginya bisa mandi lebih dahulu. Tidak berhenti disitu saja, pekerjaan packing barang ini terasa tidak ada akhirnya dan beranak pinak, padahal kami hanya memiliki baju kotor dan basah sebagai oleh-oleh. Siap tidak siap kami sudah harus berangkat jam 07.00 WIT agar kami bisa menghemat waktu selama perjalanan pulang sore nantinya. Angin selatan masih terus berhembus dan mencemaskan untuk perjalanan pulang yang sebagian besar melewati laut terbuka dari Raja Ampat menuju Sorong. Let's Go!!

Piaynemo



Hari ini kembali diawali dengan mendaki puncak. Spotnya sama untuk mendapatkan pemandangan pion-pion perbukitan kars dari atas. Namun hari ini kami mengunjungi puncak kars yang lebih wisatawan. Namanya Pianemo, tingginya tidak jauh berbeda dengan Wayag namun disini sudah ada tangga untuk mencapai puncak, bahkan saat saya datang, sedang ada pengerjaan tangga pada sisi yang lain mungkin untuk mengatur akses naik turunnya wisatawan. Photo spot pianemo ini pun pas kalian temukan di instagram orang-orang yang sudah pernah ke Raja Ampat baik itu one day trip maupun yang trip 4D3N.

Meskipun naik tangga, namun tenaga kami yang tersisa di hari ke-3 ini sudah seperti handphone lowbaterai, hanya mantra tidak mau rugi yang selalu kami ucapkan setiap kali melihat bukit-bukit yang harus kami daki *wink. Sesampainya diatas, pemandangannya tidak kalah dengan Wayag, bahkan pagar pembatas untuk anjungan berfoto memberi kesan mahal bet yah liburan ke Raja Ampat hahahaha. Suami saya bahkan sempat berpikir bahwa phot spot ini adalah anjungan salah satu resort di Raja Ampat.




Setelah berfoto sana sini dan moment menari lagu Despasito bersama bule Spain yang senang banget karena kita menyanyikan lagu yang sama selama di puncak Pianemo, akhirnya kami memutuskan untuk turun kembali. Saya turun agak dibelakang karena masih sibuk foto-foto dianak tangga Pianemo, sesampainya dibawah tour guide kami tiba-tiba menyebutkan nama kami kepada petugas dengan nama yang berbeda. Ketika aparat mengkonfirmasi, akhirnya kami pun terpaksa mengiyakan dengan wajah bingung. Namun saat kami ditanyakan nama belakang, cengoklah kami semua. Petugas ini adalah aparat pemerintah yang menarik retribusi kunjungan wisatawan ke Raja Ampat. Nama retribusi tersebut adalah PIN dengan jumlah Rp. 500.000/ wisatawan lokal dan Rp. 1.000.000/ wisatawan mancanegara. Setelah pembayaran PIN maka setiap orang akan mendapatkan kartu/pin yang bisa digunakan kembali dalam jangka waktu 1 tahun ke depan. Jadi jika dalam waktu setahun kita akan kembali ke Raja Ampat, pada kunjungan berikutnya kita cukup menunjukkan PIN tersebut kepada petugas. Dalam paket yang kami bayarkan sebenarnya sudah termasuk harga PIN ini, namun pihak travel tidak membayarkan retribusi tersebut. Akhirnya dengan nego antara crew dan pihak berwenang, maka guide kami harus menyelesaikan transaksi tersebut terlebih dahulu sebelum kami semua melanjutkan kembali perjalanan kami.


Telaga Bintang



Tidak berlokasi jauh dari spot sebelumnya, kali ini kami kembali naik ke puncka bukti kars yang namanya telaga bintang. Nama ini diberikan karena setelah sampai diatas kama kami dapat melihat telaga berbentuk bintang. Penting sekaliiiiiiii!! hahahahaha yah penting buat berfoto. Untuk menaiki telaga ini juga lebih gampang. Meskipun tidak ada tangga kayu permanen namun sudah ada pijakan semen berbentuk seperti tangga ditaman sehingga lebih mudah untuk mendakinya. Puncaknya pun tidak terlalu tinggi dari bawah saja kita sudah dapat langsung melihat puncak telaga tersebut. Meskipun photo spotnya diatas tetap harus berdiri dipinggir jurang, jadi dipastikan kami tetap sedikit merayap dan berhati-hati saat berfoto.

Setelah turun dari telaga bintang, tour guide kembali menanyakan "kita ke telaga manta?". Kami bertanya "bukannya manta sedang tidak lewat? katanya bukan musimnya?". "Telaga manta itu sama seperti telaga bintang, bentuknya saja yang seperti manta", jelas tour guide kami. Dengan spontan kali ini kami menjawab "Tidakkkkk, snorkling saja". Yah begitulah namanya wisatawan, pada saat vendor selection, milih travel yang paling banyak menawarkan spot bahkan sampai 18 spot, pada kenyataannya saat sudah lelah, lebih pilih untuk tidak perlu mengunjugi semua spot *wink.

Tangga Telaga Bintang

Arborek



Sebelum snorkeling tentu saja kami harus makan siang terlebih dahulu. Kami memilih Arborek sebagai tempat untuk makan siang. Cukup melipir ke dermaganya kami pun bisa makan siang disalah satu anjungan. Setelah makan siang, tidak perlu menunggu lama, kami pun segera turun ke air.

Arborek dikenal sebagai spot feeding fish, bagaimana tidak, hanya turun kebawah dermaga saja seluruh ikan sudah segera menghampiri. Baik ikan dengan warna yang seragam seperti berbaris rapi kesana kemari, hingga ikan yang kaya warna yang lebih berpencar bahkan berenang sendiri-sendiri.
Ada sisa nasi atau roti bahkan biskuit yang belum habis bisa diberikan untuk ikan-ikan ini. Mungkin karena tuntutan hidup, tuntutan pekerjaan sebagai ikan wisata atau karena mereka sudah selera tinggi, semua yang kita berikan pasti segera disambar.

Spot snorking tentu saja tidak hanya dibawah dermaga, sekitar dermaga pun masih banyak ikannya. Namun dikarenakan arus bawah laut yang cukup kuat, maka bagi yang perenang cupuers ada baiknya dibawah dermaga. Meskipun keseret, yah keseretnya hingga kedermaga saja.




Sawindarek

Menjelang sore, kami pun harus segera berpindah tempat ke Sawindarek dan Yenbuba. Kalau Arborek terkenal dengan ikannya yang banyak, sawindarek ini terkenal dengan karanngnya. Sebutkan saja jenis karang yang kalian mau lihat di Raja Ampat, semuanya ada di Sawindarek.

Benar saja, sesampainya kami disana, kami dapat melihat hamparan karang dari atas kapal. Terlebih lagi saat kami sudah turun kebawah, sejauh kami snorkling tidak pernah ada habisnya susunan karang ini saling berikatan. Ikan-ikan di sini pun besar-besar, meskipun tahu mereka tidak berbahaya, namun tetap saja shock melihat ikan lebih lebar dari muka saya berenang-renang bergerombol melewati saya. Tidak hanya ikan, kami pun sempat menemukan teripang yang panjangnya selengan (photo tidak dapat ditampilkan karena bisa kena denda). Yah kena denda, kita tidak boleh memegang karang dan satwa laut untuk menjaga alam tetap jauh dari sentuhan manusia. Untuk urusan kesadaran wisata, segenap pelaku wisata disini sudah sadar betul nampaknya.


Kami berenang hingga pusing sendiri dibuatnya, saya memilih naik duluan kedermaga dan tidur saja disana. Hitam, hitam deh nih kulit, rasanya sudah tidak kuat mungkin itu namanya mabuk laut. Teman saya yang kesana kemari untuk free diving pun menyerah dan segera rebahan disamping saya. Jadilah kami seperti ikan asin yang sedang dijemur di dermaga hahahaha. Tidak lama kemudian guide kami menanyakan trip berikutnya "Ayo kita jalan lagi, kita masih akan ke Yenbuba sebelum pulang, biar tidak terlalu sore". "Di Yenbuba apa lagi?" tanya beberapa orang dari kami. "Di Yenbuba juga ada karang tapi ikannya kurang", menjelaskan dengan nada yang tidak menarik lagi untuk promosi. Kami pun menjawab dengan yakin dan kompaknya "Disini aja dulu, tidak perlu ke Yenbuba" hahahaha. Dengan demikian maka genaplah 3 spot yang tidak kami kunjungi Bukit Mansuar, Telaga Manta dan Yenbuba. Kami anaknya gitu sih, gampang bersyukur, dikasi spot sebanyak ini saja kami sudah bahagia (ngeles :p)


Sorong

Setelah dari Sawindarek kami langsung berbalik menuju Sorong, ada yang ganti pakaian ada pula yang kering dibadan (tentu saja saya yang ketegori kedua). Sesampainya disorong ada rasa haru tersendiri berpisah dengan seluruh crew dari Kurkapa. Terima kasih untuk Putu, Pak Amir (paling kebapaan, rasanya seperti liburan dengan om sendiri), Pak Misterius 1 (sumpah bapak ini banyak bertindak, kurang bicara), Ricky (dancer, singer dan candid photographer) dan Mas Ambon Misterius 2 (lupa namanya karena selama hiking tidak pernah satu team dengan nya). Thank you to the moon and back atas service dan kebersamaan yang tiadatara ini. Apa mau dikata cuma bisa bye-bye di dermaga. Hanya leader guide dan supir yang mengantarkan kami kembali ke hotel.

Besok pagi kami akan berangkat dengan penerbangan pertama ke Jakarta, sesaat setelah masuk kamar, semua bergegas untuk mandi dan siap-siap keluar lagi. This is not the end yet guys!.
Kami kembali memesan "grab taxi", jangan salah angkot disini disebutnya taxi sedangkan kami sudah punya langganan angkot yang tinggal ditelpon saja, dan angkotnya siap untuk mengantar kami kesana kemari meskipun bukan jalur angkotnya. Tarifnya normal 50rb/trip (10 orang).

Tujuan pertama kami adalah membeli oleh-oleh Abon Roll. Ada dua pilihan merk roti abon yang terkenal. Kali ini kami membeli merk Billy. Ternyata roti abon ini memiliki toko dibandara, jadi kita bisa pesan dan bayar malam ini untuk diambil besok paginya. Hati senang dan riang tidak perlu membawa kue tersebut kesana kemari. Roti ini pun hanya tahan 3 hari jadi kalau ambil besok, jadinya bisa lebih lama seharikan disimpannya.

Setelah membeli oleh-oleh kami pun melipir ke "Tembok Berlin", saat dikatakan tembok berlin, saya sudah membayangkan kami akan makan seafood didermaga dimana ada tembok bekas penjajahan atau semacamnya. Ternyata ini hanya kumpulan restoran seafood pinggir jalan saja. Dinamakan tembok karena mereka memang dibatasi tanggul untuk mecegah air laut pasang hahahaha. Sudah 10 hari rasanya kami makan seafood disini. Ikan laut yang biasanya mahal di Jakarta, dapat dibeli dengan harga terjangkau disini. Ikan berkisar 65.000 s.d 90.000/ ekornya. Cuminya adalah sotong dan semuanya besar dan segar. Bagi saya yang pemakan ikan laut sedari kecil, tentu tidak ada bosannya bahkan aji mumpung makan ikan sebanyak-banyaknya mumpung masih di Indonesia Timur.

Perut kenyang hati pun riang dan ngantuk pun tiba, maka kami kembali ke hotel dan mengakhiri perjalanan kali ini.

"Work - Save - Travel - Repeat"


Photo by: Putu Wijaya (team)
Tenri Ake
Albert Utama
Ema Sihombing

Minggu, 23 Juli 2017

Raja Ampat Day 2 - Wayag dan Konservasi Hiu

Selamat pagiiiiii,


Hari ini kita akan melanjutkan perjalanan ke daerah Wayag. Wisata hari ini sebenarnya lebih banyak wisata kering, apa daya cuaca hari ini mendung tak berhujung. Doa dikencangkan, niat dibulatkan dan keyakinan dikuatkan semoga hari ini perjalanan kami lancar dan bisa naik ke puncak Wayag 1 dan Wayag 2 dengan lancar dan selamat.

Wayag 2

Perjalan pertama selama 1 s.d 1.5jam berangkat dari Prajas menuju Wayag 2. Perjalanan kami dimulai dengan terik, namun setelah 1 jam perjalan kami melihat daerah dengan langit yang luar biasa gelapnya, seperti ada badai ditengah lautan. Harap-harap cemas karena kapal kami melaju kencang menuju badai tersebut. Ternyata selang berapa lama kemudian, kapal mulai berbelok menjauhi badai dan memasuki kawasan wayag. Kawasan wayag ini terdiri dari beberapa pulau kecil yang bentuknya seperti perbukitan kars sehingga jika kita berfoto didaerah ini akan banyak ditemui pulau-pulau berbentuk pion-pion.


Terima kasih karena cuaca teduh tidak cerah dan tidak pulau hujan, akhirnya kami pun berkesempatan untuk dapat naik ke wayag 2. Yang akan kita naiki ini adalah bukit kars sehigga kapal hanya bersandar dipinggir kars. Selanjutnya kami satu persatu akan naik dari kapal langsung ke bebatuan. Tinggi wayag ini berkisar +/-120 meter. Medan yang dilewati dengan kemiringan 45' (penuh tanjakan), terkadang kami pun harus jalan menyamping mengikuti track.




Tidak terasa perjalan sudah memakan waktu 30 menit, akhirnya kami pun sampai diatas Wayag 2. Rasa lelah segera tergantikan dengan pemandagan yang sebelumnya hanya bisa kita nikmati lewat instagram dan sejenisnya.



Setelah menghabiskan waktu sekitar 1 jam diatas puncak wayag 2, kami pun beranjak turun. Satu hal yang saya pikirkan pada saat naik bukan tentang bagaimana cara saya mencapai puncak, tetapi "bagaimana caranya kita turun sebentar yah". Dan benarlah terbukti apa yang saya pikirkan. Celana saya robek selebaran pantat saat harus turun dari Wayag 2. Cara saya turun yang lebih memilih posisi duduk menghadap kedepan dibandingkan posisi mendaki turun menyebabkan banyak gesek-gesekan didaerah tersebut.

Terima kasih kepada dalaman bunga-bunga eks bikini jaman bahela yang terpangpang disana sehingga bisa jadi hiburanlah bagi yang melihat *haahhahahahaaha

Wayag 1


Selanjutnya perjalanan kami menuju wayag 1 yang tidak terlalu jauh jaraknya dari Wayag 2. Sesampainya di Wayag 1, semangat beberapa teman-teman sudah berkurang, tenaga pun sudah terkuras banyak. Dari hasil poling hanya 2 dari 10 orang yang akan ikut naik ke Wayag 1. Lebih banyak crew daripada pesertanya. Namun berbekal matra-mantra ajaib "kapan lagi, mumpung disini udah jauh-jauh udah 4.5jt", akhirnya 7 dari 10 orang rombongan akan naik ke Wayag 1. Tinggi Wayag 1 ini sekitar 120 s.d 130 meter dengan jalan yang lebih landai dibandingkan dengan pendakian sebelumnya. But hold your breath untuk 15 meter terakhir karena kita akan panjat tebing. Tinggkat kemiringan 5' dengan medan kars tajam. Kami harus kembali berjalan kekanan sebelum memanjat 
tembok kars ini.


Sesampainya diatas, rasa syukur yang lebih lagi dan tepatnya terharu melihat perjalanannya. Untuk yang meragukan diri mereka selama memanjat ingat saja kalau kami semua bukan anak gunung bahkan bukan anak yang suka olah raga. Namun kami semua bisa sampai diatas dengan selamat, tak masalah meskipun berat badan nyampai diangkat 100kg *wink. 


Area landai diatas puncak Wayag 1 tidak seluas Wayag 2. Jalannya sempit, berliku dan tebing dikiri kanan. Untuk mendapatkan pose yang Wayag 1 banget pun, itu harus pakai perjuangan. Terima kasih kepada guide kami yang sangat mendedikasikan dirinya demi ciamiknya isi istagram dan social media kami semua hahahahahaha.



Sayangnya meskipun usaha untuk sampai ke atas lebih banyak, namun waktu yang kami habiskan justru lebih sedikit. Awan hitam sekarang sedang berarak-arak menuju kekami, sebentar lagi hujan badai nampaknya akan pindah ke lokasi ini. Kami pun turun dalam keadaan hujan, meskipun banyak pepohonan yang melindungi kami, namun karena hujannya cukup deras, maka kami tetap basah.

Konservasi Hiu

Hujan pun turun dengan derasnya hingga kami berlarian naik ke dermaga konservasi hiu. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Kami pun menghabiskan waktu untuk makan siang sambil menunggu hujan reda. Tidak lama kemudian kami telah selesai makan siang dan hujan pun mulai reda, meskipun masih ada rintik hujan yang masih turun.

Satu persatu kami turun untuk snorkling, tiba-tiba beberap orang berlarian kembali kedarat karena ada hiu yang juga berenang bersama kami. Tentu saja kami akan berenang bersama hiu, karena wayag ini adalah daerah konservasi hiu. Berbeda dengan konservasi hiu di karimun jawa. Hiu disini dibiarkan hidup dialam liar bukan dikolam. Kebanyakan hiu yang ada disini adalah hiu putih. Rasa takut dan was-was tetap menghampiri meskipun guide memastikan kami aman berenang bersama hiu. Spot snorkling berikutnya mengharuskan kami berenang ke daerah yang lebih dalam. Kami pun satu persatu menuju ke daerah yang ditentukan sambil tetap berdoa kami tidak perlu berpapasan dengan hiu :(
Ditengah lautan ini ada yang tetap kembali free diving, ada yang tetap mencoba free diving sedangkan saya hanya menikmati terombang ambing dilautan sambil sibuk merekam karang bawah laut.

Ada Nemo di Pinggir Pantai

Sore pun tiba dengan cepat, kami kembali kebibir pantai untuk menyambut hiu. Kelihatannya kali ini kami cari masalah. guide kami telah mempersiapkan daging ikan mentah dengan darah-darahnya yang masih berceceran. Tidak perlu menunggu cukup lama, begitu darah ikan mengucur ke dalam air laut, seketika itu pun hiu pertama, kedua, ketiga hingga belasan hiu baik besar maupun kecil datang menghampiri kami. Traadaaaaa photo spot pun sudah tersedia, satu persatu dari kami disuruh masuk kedalam air kemudian guide akan melemparkan potongan ikan tersebut disekitar kami agar hiu-hiu berenang mengelili kami dengan riang gembira. 


Lemparan yang terlalu dekat bisa membuat posisi mulut hiu tepat 5 cm dari selangkangan, atau paha kena kibasan ekor yang rasanya sudah seperti diterkam (langsung kabur melipir kebibir pantai). Pada dasarnya hiu hanya memakan ikan yang sudah mati atau dengan suhu badan yang berbeda dengan ikan lain. Jadi untuk yang luka ringan atau bahkan haid, tidak dipermasalahkan untuk turun (1 teman luka kena karang, satu teman baru kelar datang bulan). 

Hingga hari kedua, liburan ini sungguh olah raga sih, mari kita akhiri olah raga panjat gunung dan olah raga jantung kita kali ini. Saya Bahagiaaaaaaaaa!

Sampai jumpa di Raja Ampat day 3 *wink
http://makansambiljalan.blogspot.co.id/2017/07/raja-ampat-day-3.html

Photo by: Putu Wijaya (team)
Tenri Ake
 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver