Libur panjang kali ini saya memutuskan untuk menetap di Surabaya, ada satu tempat menarik yang ingin saya kunjungi di kota ini. Nama tempat ini adalah Kawah Ijen, berdasarkan artikel majalah yang saya baca di pesawat, Kawah Ijen memiliki fenomena blue fire atau api biru yang dapat wisatawan lihat. Satu hal yang menarik, fenomena alam ini cuma terjadi di dua tempat. Salah satunya di Kawah Ijen, Indonesia dan satunya lagi di Atlanta.
Kawah Ijen terletak di Kabupaten
Situbondo, Jawa Timur. Perlu waktu tempuh sekitar 6-7 jam dari kota Surabaya
menuju Kawah Ijen. Perjalanan dari Surabaya baru kami mulai pukul 19.00 WIB.
Ini sudah jauh dari perkiraan perjalaan kami yang seharusnya dimulai 4 jam
sebelumnya. Meskipun terbilang jauh, namun tidak mengapa, semoga kami tetap bisa sampai tidak jauh dari
rencana.
Selama perjalan dari kota
Surabaya kami mampir dulu untuk makan malam di kota Purbolinggo, ada restoran
wajib yang selalu saya singgahi tiap kali melakukan long trip ke Jawa Timur. Nama
restorannya adalah RM. Pak Soleh. Selain cara masaknya yang enak, harga dirumah
makan ini pun bersahabat. Mau pesan ayam berapa ekor pun tetap tidak menguras
kantong terlalu dalam *wink.
Menit berganti menit, jam
berganti jam. Sudah terlelap dan terbangun berapa kali selama perjalanan tapi
kami tidak sampai-sampai dilokasi. Waktu pun sudah menunjukkan pukul 03.00 WIB
dini hari dan berita buruknya adalah kami rasa kami nyasar. Nyasar di tengah
hutan pegunungan tanpa ada tanda-tanda pemungkiman dan kendaraan yang berlalu
lalang. Sebelum nyasar lebih jauh lagi akhirnya kami balik arah dan mulai
mencari rumah penduduk atau siskamling kampung terdekat yang dapat kami tanyai.
Dan sampailah kami disalah satu kampung terdekat dengan jumlah rumah yang dapat
dihitung jari. Menimbang-nimbang apakah pantas untuk membangunkan orang hanya
untuk bertanya arah ke Kawah Ijen atau tetap jalan hingga menemukan orang yang
masih terbangun saja. Akhirnya memutuskan untuk membangunkan salah satu warga
dikampung ini saja. Pertanyaan berikutnya, rumah mana kiranya yang akan
diketok. Ada rumah yang halaman depannya terparkir truk, nampaknya lebih
beresiko untuk mendapatkan respon yang tidak menyenangkan. Akhirnya kami
memutuskan untuk membangunkan salah satu dokter prakter dikampung itu. Dari
membaca papan praktek didepan rumahnya yang masih di sinari lampu, seharusnya
bapak dokter didalam sana sudah siap dibangunkan oleh keadaan darurat
haahhaahah. Akhirnya salah seorang penghuni rumah keluar dan membenarkan jalur
yang telah kami ambil tadi.
Maka perjalanan pun dilanjutkan.
Kami baru tiba dillokasi pada pukul 04.30 dini hari. Rasanya sedikit kecewa
karena matahari yang menyingsing menandakan tidak ada lagi api biru yang akan
menyapa kami diatas kawah sana. Setelah istirahat sekitar 30 menit, maka
perjalan menuju puncak Kawah Ijen pun dimulai. Sebelum pendakian ada papan
bertuliskan 3 km, terlihat begitu mudah perjalanan kali ini. Namun pada
kenyataannya, papan tersebut tidak menyebutkan kalau jarak tempuh 3 km dengan
tingkat pendakian 30-45’ kemiringan tanah. Normalnya waktu daki yang ditempuh
sekitar 2-2.5 jam. Ada beberapa tempat istirahat selama pendakian tersebut,
namun hanya ada satu tempat peristirahatan yang menjual makanan seperti mie
instant dan minuman kopi dan teh panas.
Setelah 2 km perjalanan yang
ditempuh dalam waktu kurang dari sejam, akhir kami tiba juga di satu-satunya
rumah makan yang saya sebutkan tadi. Rumah makan ini sungguh ramai, karena
menjadi titik temu atau istirahat bagi wisatawan yang baru akan naik maupun
yang telah turun dari puncak kawah.
Tidak berlama-lama, kami pun
melanjutkan perjalanan berikutnya 300 meter pendakian dan 700 meter jalan
mendatar hingga puncak. Lagi-lagi harapan tinggal harapan, 300 meter pendakian
terakhir ini sungguh menyiksa. Asap kawah yang tertiup angin menuju kearah
kami, belum lagi kabut yang masih mengelilingi jalur pendakian benar-benar
menyiksa pernapasan. Saya sampai harus membasahi masker saya beberapa kali agar
nafas saya tidak terlalu sesak. Tentu saja saya pun banyak berhenti di beberapa
tempat untuk mengatur nafas dan mengembalikan tenaga untuk melanjutkan
perjalanan. Mata dan hidung mulai berair, tenggorokan mulai perih, dada mulai
sakit namun tiba-tiba semua terbayarkan dengan pemandangan yang indah di
pinggir kawah. Beberapa ratus meter jalur menuju kawah yang berliku-liku
didepan mata mulai muncul di iringi dengan menghilangnya kabut asap tadi.
Saya saja sampai bingung harus
berfoto dengan latar belakang apa. Apakah dengan kelok-kelok tebing disekitar
saya atau dengan gunung berselimur awan dibelakang saya. Tentu saja ini membuat
kami mengabiskan waktu sekitar 30 menit untuk berfoto bergantian. Setelah puas
mengabadikan moment tersebut, perjalanan kembali kami lanjutkan. Tidak
membutuhkan waktu berapa lama, akhirnya kami sampai juga di bibir Kawah Ijen.
Warna kawah yang hijau dan terkadang diselimuti asap kadang pula hijau bersih
tanpa asap. Sungguh pemandangan yang indah dan santai untuk dinikmati beberapa
menit disana.
Beberapa kawan saya, menawarkan
saya untuk turun ke kawah, melihat lebih dekat proses penambangan belerang.
Awalnya saya sangat tertarik, namun melihat jalur turun yang tidak jelas dan
asap yang kadang tiba-tiba menebal membuat saya cukup puas untuk menunggu
diatas saja.
Selama proses menunggu
teman-teman saya ini, rasanya ada kesedihan tersendiri melihat para penambang
yang harus naik turun gunung dan kawah untuk mengangkat belerang padat seberat
70kg-100kg dipundak mereka. Bentuk otot bahu yang tidak beraturan, tulang kaki
yang melengkung dan peluh yang terus keluar. Setiap kilo belerang yang mereka
bawa dihargai hanya Rp. 800,00/kg. Ini berarti mereka harus mengangkat belerang
10kg sepanjang 6 km baru mereka bisa menyantap pop mie rebus yang saya makan
tadi. Hohoho maaf, isi blognya jadi sinetron padahal saya lagi mau menceritakan
perjalanan saya. Tapi mungkin ada baiknya jika kamu merencanakan perjalanan
kamu ke Kawah Ijen, membawa buah tangan seperti sembako atau pakaian layak
pakai laki-laki, benar-benar akan menghapus kesedihan kamu melihat kondisi
mereka.
Setelah lama menunggu akhirnya pada
pukul 10.00 WIB teman-teman saya sudah nampak dari kejauhan. Kami pun
memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu selama sejam sebelum akhirnya
turun gunung *wink.
Ittenary:
Sewa Mobil: Rp. 375.000,00
Solar: 40 liter/ PP Rp.
350.000,00++