Sabtu, 20 Agustus 2011

Kutai Kertanegara to Bontang


Mungkin bisa dibilang, tidak ada yang bisa menghalangi saya mengunjungi pulau atau saya yang tidak bisa kalau tidak berlibur ke tempat jauh dalam sebulan saja. Kunjungan saya berikutnya dibulan Ramadhan ini adalah pulau Beras Basah. Pulau Beras Basah berjarak 6-7 jam perjalanan darat dari kota Balikpapan menuju kota Bontang. Namun sebelum menceritakan Pulau Beras Basah ini, mungkin ada banyak hal-hal menarik yang harus saya ceritakan terlebih dahulu khusus di halaman blog ini.
Untuk mencapai kota Bontang bisa menggunakan jasa travel sekitar Rp.125.000 / orang atau kalau perginya ramai-ramai bisa rental mobil saja dari Balikpapan dengan rate sekitar Rp.600.000 / harinya. Jika menyewa mobil sendiri tentu saja bisa mampir ke kota-kota yang dilalui sebelum akhirnya sampai di kota Bontang. Salah satu kota yang biasanya dikunjungi di Kalimantan Timur ini adalah kota Kutai Kertanegara. Di kota ini ada dua tempat yang seharusnya dikunjungi. Yang pertama yaitu Jembatan Kutai Kertanegara. Pada malam hari jembatan yang membelah sungai Mahakam ini penuh dengan hiasan lampu dari ujung ke ujung. Sayangnya saya melewati kota ini pada siang hari sehingga hanya bisa berfoto-foto dengan kesan jembatan ini benar-benar panjang.


Selain itu, ada taman yang sebenarnya digadang-gadang untuk menjadi taman bermain di tengah pulau sungai Mahakam. Nama taman ini adalah pulau Kemala, namun sudah banyak fasilitasnya yang rusak dan jarak antar wahana yang cukup jauh pun menjadi salah satu kendala. Untuk mencapai pulau Kumala ini kita harus menggunakan perahu. Perahu ini bisa dipakai hanya untuk menyeberang namun bisa pula disewa untuk berkeliling sungai Mahakam. Biaya masuk ke pulau ini adalah Rp.20.000 /orang untuk fasilitas mobil yang mengantar keliling pulau dan soft drink.
Ojek Perahu untuk menyebrang ke pulau
Bus Wisata untuk berkeliling pulau Kemala

Rumah Adat Suku Dayak


Pura simbol Kutai sebagai kota berkembangnya Hindu
Beranjak ke kota berikutnya adalah kota Samarinda. Kota Samarinda ini adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Timur namun tidak ada yang dapat saya sarankan untuk dikunjungi disini selain makanan pinggir sungai Mahakam dan Islamic Center atau Mesjid Raya kota Samarinda yang dibangun sangat besar dan penuh cahaya lampu pada malam hari. Konon untuk menyalakan lampu seluruh mesjid ini dalam sehari harus menghabiskan solar yang sampai sejumlah Rp.5.000.000  (benar atau salah?).
Tidak berlama-lama perjalanan kembali dilanjutkan hingga tiba akhirnya di kota Bontang. Saya dan teman-teman menginap di Hotel Andika. Selain gratis, buat saya dan teman-teman jaraknya dari tempat keberangkatan pun cukup dekat. Kalau saya gratis kalau kamu tentu saja bayar :p. Harga hotel di sini dimulai dari harga Rp.250.000 hingga Rp.450.000  permalam. Saran saya, jika pergi beramai-ramai ambillah kamar yang seharga Rp.350.000  dan pesan saja kasur tambahan (extra bed) seharga Rp.20.000 . Jangan khawatir karena luas kamar dua kali kamar standar di hotel.

Patung Merlion khas Bontang
Pada malam hari ada dua tempat yang bisa dikunjungi di kota Bontang. Tempat pertama yaitu café Singapura. Dinamakan Singapura karena di cafe ini terdapat Statue Merlion yang juga menyemburkan air dari mulutnya. Kalau pengambilan fotonya hanya badan kita dan Merlionnya saja, orang-orang tentu percaya kita sedang berada di Singapore. Hal yang menarik dari café Singapura ini adalah seluruh bagian café berada di atas teluk. Sebagian besar tempat duduk di cafe ini pun adalah outdoor jadi suasana nyaman dan tenang benar-benar dapat dinikmati di sini. Monolog, ”gimana ngak tenang kalau cuma ada café ini saja di ujung berug Bontang”.
Tempat yang satunya lagi bernama Tanjung Koala. Tanjung Koala ini juga tidak kalah aneh tempatnya dari café Singapura. Kalau café Singapura hanya cafenya saja yang berada diatas air, kalau Tanjung Koala ini dari pinggir jalan masuk kedalam Tanjung Koala sepanjang satu kilometer semuanya berada diatas tanjung. Tanjung Koala ini adalah kumpulan café-café pinggir laut yang biasanya ditemui di kota-kota yang dekat dari pantai. Untuk mencapai café-café ini saya harus berjalan sekitar satu kilometer melewati perkampungan yang rumah-rumah dan jalanan depannya pun dibangun diatas air dengan menggunakan kayu ulin. Monolog,”ulin-ulin betapa malang nasib mu nak nak nak”.
Capek berkeliling kota Bontang pada malam hari saatnya pulang tidur, bagi yang siap melanjutkan perjalanan silahkan mengunjungi bukit di daerah pupuk kaltim. Dari atas bukit, pemandangan pabrik pupuk yang sangat besar ini juga fantastis untuk dinikmati dengan banyak lampu pabrik dan kobaran api abadi di sekeliling pabrik.


Cerita oleh Tenri Ake
Edit oleh Cita Nursyadzaly
Foto oleh Yola & Cak Roni


0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver