Hari kedua jalan-jalan di Jogja, kali ini kami akan memaksimalkan waktu untuk mengunjungi beberapa tempat bersejarah dan ikonik di kota Yogyakarta. Untuk mengunjungi beberapa tempat kami menggunakan transportasi becak charter. Abang becaknya bisa dicharter beberapa jam untuk mengantarkan kita kebeberapa spot wisata seperti Taman Sari, Keraton Yogyakarta, Pusat Dagadu dan Juga tentu saja pusat oleh-oleh Bakpia. Jika kalian kurang tertarik untuk mengunjungi pusat oleh-oleh Bakpia, abang becak akan berusaha menawarkan kembali dan meyakinkan bahwa kita perlu banget untuk membeli salah satu oleh-oleh makanan favorite dari kota Yogyakarta. Katanya sih mereka akan dapat fee dari toko jika membawa pelanggan yang berbelanjan ke toko oleh-oleh. Untuk charter becaknya tidak terlalu mahal hanya sekitar Rp. 100.000 untuk setengah hari.
Keraton Yogyakarta
Ini bukan pertama kali bagi beberapa orang diantara kami untuk mengunjungi Keraton Yogyakarta. Bagi yang sudah pergi sebelumnya, selain rasanya sudah tidak penasaran lagi, beberapa fasilitas keraton pun nampak dibiarkan menua dengan umur keraton Yogyakarta. Tidak nampak pembaharuan dibeberapa sudut ruangan keraton. Keraton ini lebih nampak sedang mati suri dan diperuntukkan hanya untuk wisata saja.
Jadi dibandingkan berkeliling ke area dalam keraton, kami lebih tertarik untuk berfoto-foto disepanjang jalan yang menghubungkan area keraton yang satu dengan area keraton lainnya. Semoga dengan mengetahui bahwa Keraton Yogyakarta adalah wisata yang akan selalu dikunjungi oleh wisatawan, maka pemerintah dapat lebih serius untuk memberikan kesan "hidup" di beberapa sisi keraton. Bisa juga ditambahkan informasi interakhir mengenai keraton seperti yang sudah disediakan oleh beberapa museum besar dikota Jakarta.Taman Sari
Destinasi selanjutnya yang kami tuju adalah taman sari. Konon ini adalah tempat permandian selir-selir Sultan maupun putri keraton jaman dahulu. Ibarat spa dan pusat rekreasi bangsawan, tapi isinya hanya kepemilikian dan diperuntukkan untuk selir-selir dan putri Sultan saja. Terdapat dua kolam permandian berbentuk kotak, juga terdapat ruangan-ruangan kecil yang diperuntukkan untuk ruang istirahat dengan pemandangan langsung menuju kolam *ehm. Kolam ini dikelilingi tembok-tembok tinggi dengan arsitektur dan ukiran khas yang biasa ditemukan di keraton Yogyakarta. Untuk masuk kedalam sini pun kita melewati gerbang besar dengan pintu kayu yang tebal. Mungkin selain karena ini adalah kepemilikan raja dan juga diperuntukkan untuk tempat permandian, maka keamanan tempat ini termasuk yang dimaksimalkan. Jika masuk lebih dalam lagi melewati satu pintu besar lainnya, kita juga dapat melihat taman yang tertata dengan asri. Area sekitar permandian ini selain menjadi tempat wisata juga banyak digunakan oleh calon pengantin sebagai lokasi foto prewedding. Untuk tiket masuk wisata biasa kami cukup membayar Rp.3000,- perorang. Namun untuk foto prewedding ada biaya retribusi legal lainnya yang perlu dilengkapi nampaknya.
Setelah dari Taman Sari kami melanjutkan perjalanan ke dagadu. Kata abang becaknya dagadu sudah pecah kongsi. Sekarang si "kreator" dibalik dagadu sudah pisah dengan merk tersebut dan membuat usaha sendiri. Lokasinya kurang bisa saya kenali yah, selama kaosnya masih memiliki kata-kata menarik dan berbahan nyaman yah beli wae lah. Setelah membeli baju, tentu saja abang becak ini berhasil meyakinkan kami untuk membeli oleh-oleh bakpia Yogyakarta. Karena bakpia ini untuk konsumsi pribadi jadilah beli seperlunya saja. Yah iyalah buat konsumsi pribadi, wong yang serumah ikutan semua *:p.
Museum Vredeburg
Untuk ke Museum Vredeburg ini kami tidak lagi menggunakan jasa abang becak. Kami harus pisah dengan rombongan sebelumnya karena mereka sudah harus kembali ke Jakarta, sedangkan kami memesan pesawat untuk malam harinya. Karena waktu yang masih lama, maka berdua berjalan-jalan kembali mengelilingi kota Yogyakarta. Dimulai dari berjalan melewati Malioboro disiang hari mencoba menemukan Yogyakarta titik nol, hingga akhirnya kami melewati suatu museum yang bernama Vrederburg. Mumpung museumnya masih buka, kami mencoba untuk masuk kesana. Biaya masuknya sangat murah Rp.3000,- untuk dewasa dan Rp.2.000,- untuk anak. Arsitekturnya sama seperti museum di Indonesia pada umumnya, khas dengan arsitektur perkantoran Belanda. Saat masuk kedalam salah satu ruangan, kita langsung dapat melihat diorama mini jaman perjuangan. Sambil melihat diorama ini, kita juga sambil mendengarkan backsound suasa perjuangan dulu. Tidak terlalu lama waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi ruangan di area museum, kami pun memilih untuk berduduk santai menikmati halaman tengan museum yang kesannya asri. Duduk-duduk dan ngobrol disini enak juga ternyata, tau gini beli minuman manis dulu sekalian sebelum masuk.Demikian dulu kali yah cerita dari liburan singkat dan padat kami selama di Yogyakarta. Kalau kota ini sih pasti akan selalu kembali. Sampai jumpa dicerita tentang Yogyakarta berikutnya :D.
0 komentar:
Posting Komentar