Pagi menyambut dengan hawa dingin
yang memeluk hingga kedalam tulang, untung saja penginapan saya sangat dekat
dengan stasiun kereta menuju Paris, sehingga hangat pun kembali menyelimuti.
Pembukaan cerita yang berat untuk ukuran blog, seberat mata saya saat ini yang
menahan ngantuk. Saya dan rombongan kali ini akan menggunakan kereta untuk berpindah dari satu negara ke negara yang lain. Banyak
perusahaan kereta cepat yang menawarkan jasa tersebut, tapi perlu diingat
untuk membeli tiket dari jauh hari untuk mendapatkan harga termurah.
Semakin mendadak kamu membeli tiketnya, semakin mahal pula harga yang bisa didapatkan.
Perjalanan akan ditempuh selama 6
jam melewati rel bawah laut. Setelah terbangun dan tertidur dan terbangun kembali selama perjalan, akhirnya sampailah kami di
Paris Gare
Du Nord. Kesan pertama saat menginjakkan kaki keluar dari
stasiun kereta adalah “Horor”. Kota Paris dipenuhi oleh banyak imigran dari
berbagai negara di Afrika dan Arab. Dengan tampang melongok, kami pun bingung harus
menggunakan moda transportasi apa menuju hotel. Datanglah seseorang yang dapat berbahasa Inggris menawarkan diri untuk mencarikan kami taxi. Entah
mengapa kami kesulitan untuk mendapatkan taxi padahal banyak taxi yang
berjalanan melewati kami.
Setelah mendapatkan taxi, si
Bapak meminta imbalan. Jangan sedih imbalannya 50 Euro “
ngana pikir karena kita orang tidak
bisa Bahasa Perancis kita orang juga tidak bisa juga hitung itu uang 50 Euro
harganya berapakah?”. Untung saja kami harus segera menaiki taxi karena taxi tersebut
harus segera jalan. Taxi ini seukuran dengan Alphard sehingga dapat mengangkut
kami bertujuh berserta barang-barang kami. Kami pikir kebingungan kami berhenti
sampai disitu. Sebelum taxi ini jalan, si supir taxi minta untuk langsung dibayar
seharga 80 Euro. Wow, nilai yang fantastis! kami naik taxi menuju hotel dengan rate
Rp. 1.200.000. Apalah kami ini bagai anak ayam kehilangan induknya. Kami pun segera patungan dan memberikan uang tersebut ke supir. Ini seperti
sindikat rasanya, dimasukkan paksa kedalam mobil dan ditembak harga tinggi
sebelum jalan.
Setelah perjalanan yang
membingungkan ini akhirnya kami sampai juga di Aparthotel Adagio Paris Centre Tour Eiffel. Untung kali ini kami mendapatkan harga
yang sepadan saat harus menginap di Service Apartment ini. Kejadian pagi ini
benar-benar membuat kami lapar, sehingga kami menyempatkan untuk makan terlebih
dahulu sebelum berkeliling kota Paris.
Menara Eiffle
Setelah perut kenyang maka hati
kembali senang. Tapi apalah cuaca ini teriknya bukan main tapi dinginnya
benar-benar menusuk kulit. Paris nampaknya terkenal dengan anginnya yang
bertiup kencang hingga membuat saya sesak nafas
karena harus menutup muka dengan syal selama berjalan menuju Menara Eiffle.
Kami memilih penginapan ini karena dekat dengan stasiun kereta dan pusat
atraksi wisata di Paris. Saya tidak menyangka kalau ibu-ibu yang bersama saya
liburan kali ini kuat juga diajak jalan-jalan kesana kemari. Tidak berapa jauh kami
berjalan akhirnya sampailah kami di Menara Eiffle.
Struktur bangunan yang sangat
tinggi membuat fotografer a.k.a si pacar mengeluarkan lensa fish eye andalannya
untuk memotret kami bergaya mesra dengan menara Eiffle. Semua orang senang dan
melupakan sejenak angin yang membawa hawa dingin ini. Nampaknya saya tidak
sekuat ibu-ibu tersebut. Segera setelah berfoto-foto saya memilih untuk melipir
ke salah satu food truck untuk membeli cokelat panas
dan bagel. Ah, saya suka berada disini. Bisa melihat orang tertawa dan berfoto
dari jauh dan menikmati moment berdua dengan pacar saya. Paris mulai
menghipnotis saya dalam persepsi “romantis” yang sering orang-orang katakan. Hahahah lebay!
Tidak perlu sampai piknik
dan tidur-tiduran juga sih di sini, kami memilih untuk berjalan mengitari taman
sekalian mencari bus wisata untuk berkeliling. Mengapa susah sekali merasa
tenang di sini. Belum juga kami keluar dari kawasan Menara Eiffle, datanglah
segerombolan anak-anak yang membawa kertas untuk donasi a.n bencana perang yang
menimpa suatu negara. Hebatnya, ada dua orang anak secara agresif
datang dari arah depan pacar saya. Mereka benar-benar membuat jalan kami tidak
nyaman. Dan “HUP! Lalu ditangkap!”. Menyadari posisi tersebut, ternyata si pacar
justru waspada dan berhasil menangkap tangan salah seorang anak yang berjalan
dari arah belakangnya dan mencoba memasukkan tangan kedalam blazer sipacar. Wow! hati-hati sodara-sodara sekejam-kejamnya ibu kota
lebih kejam ibu kotanya orang hahahahhaah.
Tidak berpanjang lebar, anak-anak
tersebut lari, kami pun kembali melanjutkan aktivitas sebagai turis :D.
Dikawasan Eiffle ada beberapa moda bus wisata yang bisa kita pakai dengan harga
yang berbeda. Namun jangan tertipu dengan harga yang lebih murah. Harga yang
lebih murah ini bisa jadi dikarenakan jumlah bus mereka yang kurang banyak
sehingga membuat kita menunggu lama untuk pindah dari satu tempat wisata ke
tempat wisata yang lain. Saya bisa bilang begitu karena saya adalah seseorang
yang membeli bus termurah saat itu hahahahahhaha.
De Louvre
Sepanjang perjalanan di kota
Paris ini benar-benar memberikan pemandangan yang jauh berbeda dari pelesiran di Asia. Gedung-gedung dengan arsitektur mewah dan artistik, jembatan,
orang-orangnya dan semua hal tentang Paris ini memang sangat memanjakan mata.
Tidak butuh waktu lama dari Eiffle, sampailah saya di De Louvre. De Louvre ini
memiliki bentuk yang unik yaitu pintu masuk segitiga penuh dengan kaca.
Sayangnya, saya dan pacar adalah suara minoritas maka kami tidak
menyempatkan diri untuk masuk ke dalam museum. Kami hanya menemani ibu-ibu ini
berfoto-foto di sekitar De Louvre sambil menunggu bus selanjutnya datang untuk
mengantarkan kami berpindah ke tempat berikutnya. Disinilah petuah saya tentang
tiket bus murah sangat terasa. Bus berikutnya datang sangat lama.
Membiarkan kami menunggu dingin disekitaran De Louvre.
Ada sesuatu yang menghibur saat
menunggu disini, beberapa orang Afrika berlarian menjual souvenir menara
Eiffle. Mereka mendatangin kami untuk tawar menawar kemudian kembali bersembuny setiap kali
ada polisi yang datang. Tidak jelas sih mereka dikejar
karena visa kerja mereka yang tidak ada atau mereka memang tidak boleh
menjajakan barang dagangan di area wisata. Intinya setelah 3 kali berlarian dan
kembali akhirnya deal di harga 1 EURO untuk 3 gantungan kunci dan 2 Euro untuk satu
menara pajangan. Entah karena cara transaksi lari-larian ini atau karena darah
ITC yang mengalir deras di dalam ibu-ibu ini, mereka bisa deal diharga 1 EURO 5
gantungan kunci dan 5 EURO untuk 3 pajangan. Bravo, bravo buat ibu-ibu inilah.
Dan akhirnya si bus hijau ini pun
datang menghampiri kami, dengan riang kami menyambut karena dingin ini sudah
tidak tertahankan lagi. Sumpah, ini seriusan dinginnya parah minta ampun. Anginnya ituloh ckckck *speechless.
Art de Triomphe de I’Etoile
Matahari pun mulai beranjak dari
langit diiringi warna memerah hingga gelap, namun anginnya ini loh buset tetap
aja gitu ngikutin saya hingga malam. Kalau bukan memikirkan sudah jauh-jauh
datang kesini, masa sih tidak menyempatkan datang dan ikutan berfoto di tempat
favorite orang buat prewed .Jadi meskipun kami harus merasakan suhu yang sangat dingin, kami tetap bertahan hingga posisi paling ok buat mengambil foto.
Seketika semua sudah selesai
dengan foto session, maka kami langsung berlomba-lomba masuk ke dalam stasiun kereta
karena sudah tidak tahan ingin segera pulang. Sebagaimana yang dikatakan dalam
hukum jalan ramai-ramai untuk mengikuti suara mayoritas maka see you next time
berjalan-jalan dikota Paris luntang lantung. Soon saya kembali. Amin *wink.