Minggu, 16 Oktober 2011

Kota Tua Batavia

Museum Bank Indonesia
Museum Bank Indonesia

Setelah lelah dengan kehidupan kerja-kosan-kerja-kosan dan berbagai deadlineyang menimpa kini saatnya untuk berjalan-jalan. Jalan-jalan kali ini lebih santai dari pada biasanya karena minggu yang masih sangat melelahkan masih tepat di depan mata, jadi saya memilih untuk berkeliling museum saja di kota Jakarta ini. Ada puluhan museum yang terdapat di kota Jakarta, tapi jangan khawatir karena lokasi kumpulan museum yang paling terkenal adalah di daerah kota tua. Di kompleks kota tua terdapat sekitar 5 museum yaitu Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum Wayang, Museum Fatahillah dan Museum Keramik. Museum ini buka dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00 WIB. Kalau mau mengunjungi ke lima museum ini dalam waktu sehari sebaiknya datang sekurang-kurangnya pukul 10 pagi karena pada umumnya dibutuhkan waktu 1-2 jam untuk melihat koleksi-koleksi menarik disetiap museum.
 
Pintu Start Tour Museum BI

Tidak perlu berlama-lama, kunjungan pertama saya adalah ke museum Bank Indonesia. Untuk masuk ke museum Bank Indonesia ini kita hanya perlu membawa diri saja karena tidak dikenakan uang masuk dan barang-barang seperti tas harus dititipkan sebelum masuk ke dalam museum. Garis besar museum bank Indonesia ini adalah menceritakan sejarah peredaran uang di Indonesia sejak zaman barter sampai zaman modern seperti sekarang ini. Tidak hanya itu saja, sejarah kebijakan perbankan, krisis yang melanda keuangan Indonesia pada zaman presiden Soekarno dan presiden Soeharto pada tahun 1997-1998 juga diceritakan. Alur perjalanan museum benar-benar membawa kita dari masa lalu hingga masa sekarang.    

Atraktif Billboard

Video Kerusuhan Krisi Ekonomi 1998

Theater Museum Bank Indonesia

Museum Bank Indonesia termasuk museum baru yang didirikan di kawasan kota tua dan nampaknya ini adalah museum modern pertama di Indonesia yang memiliki banyak media atraktif seperti information LCD, mainan atraktif, theater room, dan yang paling penting ini satu-satunya museum yang full AC di kota tua *wink. Tidak hanya tentang sejarah keuangan di Indonesia, museum Bank Indonesia pun memiliki ruang display mata uang dari berbagai negara yang disusun secara menarik di ruang display dengan gaya dan alat-alat modern. 

Underground Display Baju Pahlawan dan Kompeni

Bank Indonesia lagi Nyari Wajah Buat Gantiin Ibu Kartini

Atraktif Tools Buat Liat Uang Sebesar Kuku Jari

Atraktif Sample Rasanya Megang Emas Batangan
Atraktif Lemari Kaca untuk Melihat Display Uang Berbagai Negara

Museum Bank Mandiri

Museum berikutnya adalah museum Bank Mandiri, sama-sama museum bank tapi apa yang ditampilkan dan garis besar yang ingin disampaikan tentu saja berbeda. Museum Bank Mandiri lebih menceritakan tentang sejarah Bank Batavia yang secara kebetulan bangunan museum ini adalah bangunan asli Bank Batavia jaman kompeni. Untuk masuk kedalam museum kita harus membayar kontribusi sebesar Rp.2000  namun untuk pelajar, mahasiswa dan nasabah bank Mandiri Gretongggg cin!.
Lobby Bank Batavia

Kebanyakan isi museum bank Mandiri adalah alat-alat yang digunakan dalam kegiatan perbankan dari jaman kompeni sampai sekarang. Terdapat mesin ketik segede gaban, alat hitung yang berevolusi, mesin ATM yang nampaknya bisa masukin 2 orang didalamnya, CPU yang lebarnya selebar saya dan tingginya sepinggang saya. Saya tidak kebayang kalau barang itu ada di dalam kamar kosan saya, bingung saya mau tidur dimana heheheh.

Evolusi Disket to Flashdisk

Evolusi PC

Evolusi Mesin Ketik
Vault BI

Di dalam museum bank Mandiri ini terdapat banyak ruangan seperti ruang pertemuan dan ruang yang berada di ruang bawah tanah. Namun alur yang kurang jelas dalam gedung museum ini membuat orang kadang terlewatkan untuk melihat langsung brankas bank yang seluas rumah di bawah tanah. Jadi rajin-rajinlah memperhatikan tanda-tanda jalan untuk mencari tempat menarik ini.
Miniatur Transaksi Keuangan

Hal menarik lainnya yang terdapat dalam museum Bank Mandiri adalah halaman tengah museum yang asri dan rindang. Nyaman untuk dijadikan tempat piknik sebenarnya terutama bagi keluarga yang memiliki anak kecil karena terdapat taman bermain juga di dalamnya. Monolog, “rasa-rasa mau gelar tikar dan tidur siang disaat Jakarta seterik ini”.

Museum Wayang


Museum berikutnya adalah Museum Wayang. Untuk masuk kedalam museum wayang ini, saya harus membayar sebesar Rp.2000  (umum), Rp.1000  (mahasiswa), Rp.600  (pelajar). Dengan harga biaya masuk museum yang semurah ini seharusnya semua pelajaran sejarah dibuatkan museumnya saja. Ini bisa lebih masuk kedalam otak saya daripada saya harus membaca buku sejarah yang tidak pernah terjadi lagi dimasa hidup saya. Monolog, “Gimana cara mau membayangkannya coba? Liat contohnya saja tidak pernah, dibuat filmnya eh malah pakai naga-naga dengan teknologi bapuk yang saya tahu pasti itu bohongan #nomention :P ”. 

Melanjutkan cerita perjalanan saya di Museum Wayang ini, hal menarik di dalam museum wayang adalah terdapat banyak tipe wayang yang sebenarnya menurut saya itu adalah boneka kayu biasa namun ternyata boneka-boneka kayu ini merupakan jenis wayang juga. Sebagian besar dari kita berpikir bahwa wayang itu adalah karakter-karakter yang terbuat dari bahan tipis 2 dimensi, tapi ternyata banyak wayang Indonesia yang terbuat dari boneka kayu 3 dimensi. Selain bentuknya terdapat pula jenis-jenis wayang yang berasal dari berbagai suku di Indonesia. Kalau yang saya kenal sih wayang cepot khas Sunda. Selain wayang khas Indonesia, ada juga wayang-wayang dari berbagai negara yang ditampilkan di museum ini seperti wayang dari Thailand, Inggris, India, dan Cina.
Wayang Lokal 

Wayang China
Wayang Import *wink
Tidak hanya melihat koleksi wayang, setiap akhir pekan selalu ada penampilan wayang yang dimainkan oleh dalang-dalang yang berbeda serta mengangkat cerita yang berbeda-beda pula di setiap penampilannya. Untuk biaya melihat pertunjukkan ini saya tidak dapat menginformasikan karena tidak nonton hehehe.


Sayang disayang saya hanya dapat menceritakan ketiga museum ini. Saat mau melangkah masuk ke Museum Fatahillah, museum tersebut sudah tutup, kalau untuk museum keramik nampaknya pada hari kunjungan saya museum ini memang tidak buka sedari tadi. Tidak usah khawatir tidak usah bersedih *ala-ala penjual obat maklum dialun-alun kota tua terdapat banyak penjual obat, penampilan pantomim, dan berbagai jajanan pasar yang dijual disekitar alun-alun. Untuk menghabiskan waktu yang baru jam 4 sore ini, saya memilih untuk naik sepeda berkeliling area kota tua. Untuk sepeda biasa harga sewa sekitar Rp.10.000  perjamnya sedangkan untuk sepeda tandem harga sewanya Rp.15.000 -20.000  perjamnya. Kita dapat mengendarai sepeda ini keluar kompleks kota tua hingga ke jembatan tua (jembatan pertama pintu masuk perdagangan Batavia) dan ke stasiun kota yang berada di sekitar kompleks kota tua.

Demikianlah sekiranya perjalanan perdana saya di museum kota tua Batavia setelah numpang hidup selama 6 tahun di kota Jakarta. Perjalanan kali ini benar-benar menarik dan tidak kalah menyenangkan dengan bermain dipantai. Sayangi sejarah kita, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjaga sejarahnya“.

Attention!
1.Jangan pakai blitz saat mengambil foto yah, barang-barang yang dipajang itu barang langka yang tidak dapat diambil lagi loh dari masa lalu, jangan sampai warna dan kemewahannya pudar karena blitz foto yang terus menerus kan yah.
2. Ambil foto dengan pajangan-pajangan dalam museum memang bagus untuk profile picture tapi jangan disentuh bisa kali yah? Kalau patah dan kotor siapa yang mau ambil dari masa lalu barang yang sama seperti itu lagi *wink.
Cerita oleh Tenri Ake
Foto oleh Cita Nursyadzaly
Penyunting Cita Nursyadzaly

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver