Pantai? SUDAH! Gunung? SUDAH,
Next?….Menjelajahi bagian bumi yang lain berada 18 meter di bawah tanah apalagi
kalo bukan jelajah GUA. Ini sebenarnya bukan gua pertama yang saya jelajahi
sebelumnya ada beberapa gua yang sudah pernah saya masuki namun rasanya seperti
masuk ke museum biasa. Bedanya dengan gua yang satu ini adalah BEDA! :p
Gua Buniayu juga dikenal dengan
nama gua Siluman. Gua ini berlokasi di
daerah Sukabumi, Jawa Barat. Untuk mencapai tempat ini dibutuhkan waktu sekitar
4-6 jam tergantung kecepatan mobil, tingkat kemacetan dan seberapa gila sopir
yang mengendarai mobil anda *wink.
Kebanyakan backpacker datang
ke lokasi ini untuk caving pada malam
hari. Apabila masuk ke dalam gua sekitar jam 12 malam maka perjalanan akan
berakhir di mulut gua yang lain sekitar jam 6 pagi yang nantinya akan
dilanjutkan dengan mandi di air terjun sekitar gua. Namun masuk ke dalam gua
jam 12 siang bagi saya pun tetap berkesan. Namun tentu saja untuk masuk gua jam
12 siang berarti harus berangkat jam 6 subuh dari Jakarta sehingga sesampainya
di lokasi bisa makan siang terlebih dahulu sebelum masuk kedalam gua. Kalau
untuk penginapan tidak usah bimbang tidak usah bingung bisa minta dicarikan
rumah penduduk oleh bapak penjaga villanya. Sebenarnya sih ada penginapan yang
jaraknya sekitar 30 menit dari gua tapi saya tidak jamin ada yang mau nyetir
buat balik ke villa lagi kalau sudah keluar dari mulut gua *wink. Tidak mahal
kok, hanya menghabiskan dana Rp.250-350 ribu permalamnya untuk sewa satu rumah.
Perjalanan sudah , penginapan
sudah sekarang kita mulai jelajah guanya. Pertama sampai kita harus menggunakan
seragam safety terlebih dahulu
sebelum masuk gua. Ada helm, waterpack
dan sepatu boot plastik. Berbagai perlengkapannya nampak sudah usang dan robek di
berbagai tempat begitu pula sepatu bootnya sehingga muncullah berbagai
prasangka. Monolog pikiran negatifnya “gak
dirawat banget yah alat-alatnya”, pikiran positif agak negatifnya “apa yang terjadi pada mereka yang
menggunakan alat-alat ini sebelum kami ya Tuhan!!!!!!!”. Biaya perlengkapan
dan biaya masuk ke dalam gua ditemani 3 orang penjaga guanya sebesar Rp.70.000 perorangnya. Selain menggunakan perlengkapan
yang disiapkan pihak pengelola gua buniayau, ingat juga untuk membawa
perlengkapan pribadi yaitu senter (bawalah senter kepala), tas kecil yang muat
untuk memasukkan botol air mineral tentu saja beserta air di dalamnya dan kamera anti air.
Antrian Masuk Mulut Gua |
Barang yang agak makruh untuk
dibawa yaitu:
1.Kamera pocket biasa dan kamera gede (lo bakalan nyesel banget ajak mereka
ikutan dan menggendongnya tanpa mengeluarkannya)
2. Hape. (mau nelpon siapa?
kejebak juga ngak ada sinyal :p)
3. Duit sejuta (ngak ada penjual
indomie ama cokelat hangat kok di dalam apalagi penjual souvenir)
Jadi simpanlah barang-barang ini di
mobil, tenang saja aman kok.
Setelah perlengkapan perang
beres, saya pun masih harus berjalan sekitar 200 meter untuk mencapai mulut
gua. Cari mencari mulut gua didepan mata, eh ternyata mulut gua ada didekat
kaki saya. Kesan pertama yang cukup menantang dari Gua Buniayu.
Saya harus menggunakan alat keselamatan berikutnya untuk masuk terkantuk-kantuk
kedalam gua yang jaraknya 18 meter kebawah dari mulut gua. Dibawah tentu saja
sudah ada dua penjaga lainnya yang siap menyelamatkan saya tapi semoga mereka
tidak perlu melakukan hal tersebut. Saya tidak butuh diselamatkan, saya butuh
selamat Tuhan! Please itu beda, itu beda L. Dikarenakan besarnya mulut gua hanya cukup untuk
satu orang saja, maka kami harus turun satu persatu. Setelah semuanya berada
dibawah, perjalanan akan segera dimulai.
Tergantung-gantung 18 meter dari Dasar Gua Buniayu |
Satu jam perjalanan pertama
didalam Gua Buniayu, saya disuguhi berbagai ragam bentukan batu-batuan didalam
gua ini. Dari batu yang terkikis karena aliran air, batu yang terbentuk dari
tetesan air biasa disebut stalaktit dan stalaknit, batu yang berkilau-kilau.
Monolog, ”apakah itu emas? tidak, itu
pasti berlian? Dan ternyata itu hanya batu kapur :P ”. Tidak hanya itu
saja, bentukan batu yang paling aneh juga saya temui disini bentuknya seperti
alat kelamin pria dan jumlahnya banyak *pemandangan yang bikin senyum-senyum
tapi tetap memandang sodara-sodara waakakakk.
Setelah satu jam pertama, mungkin
gua ini tau kali yah saya dan teman-teman dalam hati mengganggap remeh apa yang
dimiliki oleh Gua Buniayu. Monolog “kalau
isi guanya hanya sekedar tampilan batu-batu heboh amat pake safety segala”. Perjalanan berikutnya setiap sudut lain dari
Gua Buniayu mulai memberikan kejutan-kejutan berbeda. Setelah turun dengan tali
dari ketinggian 18 meter ada empat kali perjalanan vertikal lainnya yang
benar-benar berkesan bagi saya. Turunan berikutnya adalah saya harus
berpegangan pada tali yang hanya dikaitkan di salah satu batu dinding Gua
Buniayu. Jangan salah, tali ini pun hanya saya gunakan untuk bergerak mendekati
aliran sungai di bawah saya. Pada akhirnya, saya pun harus melepaskan tali
tersebut dan menceburkan diri masuk kedalam aliran sungai setinggi perut itu.
Perjalan vertikal yang menarik
berikutnya adalah menaiki tanjakan mulus setinggi 3 meter yang benar-benar
lumpur. Karena tanjakan ini tingkat kemiringannya hanya 5’ maka saya harus
menggunakan tangga. Jangan mengharapkan tangga lipat atau tangga bambu ditengah
hutan. Tangga ini hanya terbuat dari besi tipis. Tiap anak tangganya hanya
sepanjang sepatu boot saya dan selebar satu ruas jari. Dengan sepatu boot yang
sudah berlumur lumpur tentu saja perjalanan kali ini memakan satu korban yang
karena terpeleset, teman saya ini harus meluncur sempurna sejauh 3 meter.
Perjalanan vertikal yang menarik
lainnya adalah berjalan mendaki yang karena ini adalah lumpur, maka hampir
setiap langkah boot saya harus terjebak dalam lumpur. Monolog, ”menyelamatkan kaki kiri, kanan kejebak.
Busetttttttt!!! Udah ah ngak usah pake boot bikin susah”. Perjalanan vertikal terakhir yang
juga berkesan, saking terjal dan beceknya lumpur dalam gua Buniayu ini maka
seluncuran adalah jalan yang terbaik. Maka jangan heran kalau waterpack yang
kami gunakan tadi sudah dalam keadaaan robek-robek terutama dibagian bokong!
Yakin dan percaya bahwa seluncuran inilah yang menyebabkan itu semua terjadi.
Lain perjalanan lain pula
rintangannya. Kalau berpikir perjalanan vertikal memang sudah seharusnya
menyusahkan, perjalanan horizontal pun tidak kalah memakan korbannya. Bagi
saya ada 3 perjalanan horizontal yang sangat berkesan bagi saya. Perjalanan
horizontal yang pertama tentu saja cukup menyeramkan karena saya
harus berjalan di daerah yang miring dan sebut saja itu miring di tengah jurang
didalam gua (bingung yah? Yah sekiranya seperti itulah). Udah miring, di tengah
jurang dan saya harus melompat ke bagian gua yang lainnya. Belum melompat pun
saya sudah lemas, tapi karena ini gerak cepat tiba-tiba saja saya sudah berada di
seberang gua Buniayu. Ini yang teman saya sebut, ”saat kita harus melakukan sesuatu, segenap alam semesta akan bantu
mewujudkannya”.
Perjalanan horizontal berikutnya adalah berjalan
di dalam lumpur yang sekali injak kaki saya langsung tenggelam selutut. Ini
benar-benar bikin saya mau nangis saking desperadonya. Gimana mau jalan kalo
setiap langkah harus mengangkat sepatu boot dari lumpur dulu yang mana saya mesti minta bantuan orang lain untuk menariknya. Setelah itu
saya tahu kenapa sepatu boot yang kami pakai sudah robek beberapa bagian.
Gimana tidak robek kalau ditariknya memang sampai mau robek. Keputusan saya
seperti biasa adalah membuka boot, angkat dan berjalan seperti biasa. Paling
tidak saya tidak harus capek-capek mencari boot yang tenggelam di dalam lumpur.
Tapi ternyata ada teman saya yang entah dia terlalu kreatif atau itu wujud
desperado yang lebih dalam. Teman saya benar-benar jalan merangkak badan dari
leher hingga ujung kaki rata denga tanah. Benar-benar seperti pasukan perang
berani mati melawan Belanda.
Keluar Mulut Gua Buniayu |
The last but not the least,
sebelum keluar dari mulut gua pun masih ada satu perjalnan horizontal yang
harus saya lalui. Untuk mencapai mulut gua saya harus merangkak. Dengan posisi
bersetubuh dengan tanah ini pun jarak badan saya dengan langit-langit gua
kurang dari satu jengkal.
Setelah 6 Jam Perjalanan di Dalam Gua Buniayu |
Dan perjalanan 6 jam didalam Gua
Buniayu pun berakhir dengan penuh haru. Bagi pendaki gunung perasaan ini sama
dengan perasaan kita saat sudah sampai di puncak gunung yang telah kita daki
berjam-jam. Benar-benar pengalaman yang sangat berkesan dan harus dicoba. Sampai jumpa di jalan-jalan berikutnya *wink.
Itinerary:
- Biaya penginapan ala rumah penduduk : Rp.250.000 sampai dengan 350.000 / rmh/ malam
- Biaya makan 3 kali makan: Rp.30.000/ orang
- BIaya masuk gua: Rp.70.000 / orang
- Biaya bensin dan tol: Sekali isi full saja udah bisa untuk PP
Cerita Oleh Tenri Ake
Edit oleh Cita Nursyadzaly
0 komentar:
Posting Komentar