Sabtu, 01 Oktober 2011

Gua Buniayu

Pantai? SUDAH! Gunung? SUDAH, Next?….Menjelajahi bagian bumi yang lain berada 18 meter di bawah tanah apalagi kalo bukan jelajah GUA. Ini sebenarnya bukan gua pertama yang saya jelajahi sebelumnya ada beberapa gua yang sudah pernah saya masuki namun rasanya seperti masuk ke museum biasa. Bedanya dengan gua yang satu ini adalah BEDA! :p 
Gua Buniayu juga dikenal dengan nama gua Siluman.  Gua ini berlokasi di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Untuk mencapai tempat ini dibutuhkan waktu sekitar 4-6 jam tergantung kecepatan mobil, tingkat kemacetan dan seberapa gila sopir yang mengendarai mobil anda *wink.  Kebanyakan backpacker datang ke lokasi ini untuk caving pada malam hari. Apabila masuk ke dalam gua sekitar jam 12 malam maka perjalanan akan berakhir di mulut gua yang lain sekitar jam 6 pagi yang nantinya akan dilanjutkan dengan mandi di air terjun sekitar gua. Namun masuk ke dalam gua jam 12 siang bagi saya pun tetap berkesan. Namun tentu saja untuk masuk gua jam 12 siang berarti harus berangkat jam 6 subuh dari Jakarta sehingga sesampainya di lokasi bisa makan siang terlebih dahulu sebelum masuk kedalam gua. Kalau untuk penginapan tidak usah bimbang tidak usah bingung bisa minta dicarikan rumah penduduk oleh bapak penjaga villanya. Sebenarnya sih ada penginapan yang jaraknya sekitar 30 menit dari gua tapi saya tidak jamin ada yang mau nyetir buat balik ke villa lagi kalau sudah keluar dari mulut gua *wink. Tidak mahal kok, hanya menghabiskan dana Rp.250-350 ribu permalamnya untuk sewa satu rumah.
Perjalanan sudah , penginapan sudah sekarang kita mulai jelajah guanya. Pertama sampai kita harus menggunakan seragam safety terlebih dahulu sebelum masuk gua. Ada helm, waterpack dan sepatu boot plastik. Berbagai perlengkapannya nampak sudah usang dan robek di berbagai tempat begitu pula sepatu bootnya sehingga muncullah berbagai prasangka. Monolog pikiran negatifnya “gak dirawat banget yah alat-alatnya”, pikiran positif agak negatifnya “apa yang terjadi pada mereka yang menggunakan alat-alat ini sebelum kami ya Tuhan!!!!!!!”. Biaya perlengkapan dan biaya masuk ke dalam gua ditemani 3 orang penjaga guanya sebesar Rp.70.000 perorangnya. Selain menggunakan perlengkapan yang disiapkan pihak pengelola gua buniayau, ingat juga untuk membawa perlengkapan pribadi yaitu senter (bawalah senter kepala), tas kecil yang muat untuk memasukkan botol air mineral tentu saja beserta air di dalamnya dan kamera anti air.
Antrian Masuk Mulut Gua
Barang yang agak makruh untuk dibawa yaitu:
1.Kamera pocket biasa dan kamera gede (lo bakalan nyesel banget ajak mereka ikutan dan menggendongnya tanpa mengeluarkannya)
2. Hape. (mau nelpon siapa? kejebak juga ngak ada sinyal :p)
3. Duit sejuta (ngak ada penjual indomie ama cokelat hangat kok di dalam apalagi penjual souvenir)
Jadi simpanlah barang-barang ini di mobil, tenang saja aman kok.
Setelah perlengkapan perang beres, saya pun masih harus berjalan sekitar 200 meter untuk mencapai mulut gua. Cari mencari mulut gua didepan mata, eh ternyata mulut gua ada didekat kaki saya. Kesan pertama yang cukup menantang dari Gua Buniayu. Saya harus menggunakan alat keselamatan berikutnya untuk masuk terkantuk-kantuk kedalam gua yang jaraknya 18 meter kebawah dari mulut gua. Dibawah tentu saja sudah ada dua penjaga lainnya yang siap menyelamatkan saya tapi semoga mereka tidak perlu melakukan hal tersebut. Saya tidak butuh diselamatkan, saya butuh selamat Tuhan! Please itu beda, itu beda L. Dikarenakan besarnya mulut gua hanya cukup untuk satu orang saja, maka kami harus turun satu persatu. Setelah semuanya berada dibawah, perjalanan akan segera dimulai.
Tergantung-gantung 18 meter dari Dasar Gua Buniayu
Satu jam perjalanan pertama didalam Gua Buniayu, saya disuguhi berbagai ragam bentukan batu-batuan didalam gua ini. Dari batu yang terkikis karena aliran air, batu yang terbentuk dari tetesan air biasa disebut stalaktit dan stalaknit, batu yang berkilau-kilau. Monolog, ”apakah itu emas? tidak, itu pasti berlian? Dan ternyata itu hanya batu kapur :P ”. Tidak hanya itu saja, bentukan batu yang paling aneh juga saya temui disini bentuknya seperti alat kelamin pria dan jumlahnya banyak *pemandangan yang bikin senyum-senyum tapi tetap memandang sodara-sodara waakakakk.


Setelah satu jam pertama, mungkin gua ini tau kali yah saya dan teman-teman dalam hati mengganggap remeh apa yang dimiliki oleh Gua Buniayu. Monolog “kalau isi guanya hanya sekedar tampilan batu-batu heboh amat pake safety segala”.  Perjalanan berikutnya setiap sudut lain dari Gua Buniayu mulai memberikan kejutan-kejutan berbeda. Setelah turun dengan tali dari ketinggian 18 meter ada empat kali perjalanan vertikal lainnya yang benar-benar berkesan bagi saya. Turunan berikutnya adalah saya harus berpegangan pada tali yang hanya dikaitkan di salah satu batu dinding Gua Buniayu. Jangan salah, tali ini pun hanya saya gunakan untuk bergerak mendekati aliran sungai di bawah saya. Pada akhirnya, saya pun harus melepaskan tali tersebut dan menceburkan diri masuk kedalam aliran sungai setinggi perut itu. 
Perjalan vertikal yang menarik berikutnya adalah menaiki tanjakan mulus setinggi 3 meter yang benar-benar lumpur. Karena tanjakan ini tingkat kemiringannya hanya 5’ maka saya harus menggunakan tangga. Jangan mengharapkan tangga lipat atau tangga bambu ditengah hutan. Tangga ini hanya terbuat dari besi tipis. Tiap anak tangganya hanya sepanjang sepatu boot saya dan selebar satu ruas jari. Dengan sepatu boot yang sudah berlumur lumpur tentu saja perjalanan kali ini memakan satu korban yang karena terpeleset, teman saya ini harus meluncur sempurna sejauh 3 meter.
Perjalanan vertikal yang menarik lainnya adalah berjalan mendaki yang karena ini adalah lumpur, maka hampir setiap langkah boot saya harus terjebak dalam lumpur. Monolog, ”menyelamatkan kaki kiri, kanan kejebak. Busetttttttt!!! Udah ah ngak usah pake boot bikin susah”. Perjalanan vertikal terakhir yang juga berkesan, saking terjal dan beceknya lumpur dalam gua Buniayu ini maka seluncuran adalah jalan yang terbaik. Maka jangan heran kalau waterpack yang kami gunakan tadi sudah dalam keadaaan robek-robek terutama dibagian bokong! Yakin dan percaya bahwa seluncuran inilah yang menyebabkan itu semua terjadi.
Lain perjalanan lain pula rintangannya. Kalau berpikir perjalanan vertikal memang sudah seharusnya menyusahkan, perjalanan horizontal pun tidak kalah memakan korbannya. Bagi saya ada 3 perjalanan horizontal yang sangat berkesan bagi saya. Perjalanan horizontal yang pertama tentu saja cukup menyeramkan karena saya harus berjalan di daerah yang miring dan sebut saja itu miring di tengah jurang didalam gua (bingung yah? Yah sekiranya seperti itulah). Udah miring, di tengah jurang dan saya harus melompat ke bagian gua yang lainnya. Belum melompat pun saya sudah lemas, tapi karena ini gerak cepat tiba-tiba saja saya sudah berada di seberang gua Buniayu. Ini yang teman saya sebut, ”saat kita harus melakukan sesuatu, segenap alam semesta akan bantu mewujudkannya”.


Perjalanan horizontal berikutnya adalah berjalan di dalam lumpur yang sekali injak kaki saya langsung tenggelam selutut. Ini benar-benar bikin saya mau nangis saking desperadonya. Gimana mau jalan kalo setiap langkah harus mengangkat sepatu boot dari lumpur dulu yang mana  saya mesti minta bantuan orang lain untuk menariknya. Setelah itu saya tahu kenapa sepatu boot yang kami pakai sudah robek beberapa bagian. Gimana tidak robek kalau ditariknya memang sampai mau robek. Keputusan saya seperti biasa adalah membuka boot, angkat dan berjalan seperti biasa. Paling tidak saya tidak harus capek-capek mencari boot yang tenggelam di dalam lumpur. Tapi ternyata ada teman saya yang entah dia terlalu kreatif atau itu wujud desperado yang lebih dalam. Teman saya benar-benar jalan merangkak badan dari leher hingga ujung kaki rata denga tanah. Benar-benar seperti pasukan perang berani mati melawan Belanda. 

Keluar Mulut Gua Buniayu

The last but not the least, sebelum keluar dari mulut gua pun masih ada satu perjalnan horizontal yang harus saya lalui. Untuk mencapai mulut gua saya harus merangkak. Dengan posisi bersetubuh dengan tanah ini pun jarak badan saya dengan langit-langit gua kurang dari satu jengkal.  
Setelah 6 Jam Perjalanan di Dalam Gua Buniayu
Dan perjalanan 6 jam didalam Gua Buniayu pun berakhir dengan penuh haru. Bagi pendaki gunung perasaan ini sama dengan perasaan kita saat sudah sampai di puncak gunung yang telah kita daki berjam-jam. Benar-benar pengalaman yang sangat berkesan dan harus dicoba.  Sampai jumpa di jalan-jalan berikutnya *wink. 

Itinerary:
  • Biaya penginapan ala rumah penduduk : Rp.250.000 sampai dengan 350.000 / rmh/ malam
  •  Biaya makan 3 kali makan: Rp.30.000/ orang
  • BIaya masuk gua: Rp.70.000 / orang
  • Biaya bensin dan tol: Sekali isi full saja udah bisa untuk PP


Cerita Oleh Tenri Ake
Edit oleh Cita Nursyadzaly

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver