Sabtu, 29 Oktober 2011

Kepulauan Derawan


Haiii selamat datang di salah satu kepulauan menakjubkan milik Indonesia. Selain kepulauan Seribu yang ada di Jawa dan Raja Ampat yang ada di Papua, kepulauan satu ini memiliki pesona alam yang tidak kalah cantiknya. Nama kepulauan tersebut adalah Kepulauan Derawan. Kepuluan ini masih termasuk dalam provinsi Kalimantan Timur, namun jaraknya yang jauh mengharuskan saya untuk memilih apakah akan melakukan perjalanan darat selama sekitar 16 jam untuk mencapai kota Berau atau menggunakan pesawat yang hanya memakan waktu sekitar satu jam perjalanan.  Tentu saja biayanya berbeda. Untung saja ada promo Sriwijaya buy 1 get 1 free sehingga saya bisa membeli tiket PP seharga Rp.600.000/ ++ untuk perjalanan pulang pergi Balikpapan - Berau.
Untuk mencapai kepulauan Derawan, tidak semudah yang saya bayangkan. Perjalanan pesawat saja tidak dapat langsung membawa saya ke kepulauan tersebut. Masih ada perjalanan darat dan perjalanan laut yang harus saya lewati. Namun karena kecapaian setelah kerja dan segala macamnya  maka saya dan teman-teman memutuskan untuk menginap di kota Berau dulu semalam sebelum paginya berangkat menuju kepulauan Derawan.

Penginapan di Berau
Keesokan harinya, kami memulai perjalanan pagi-pagi sekali sekitar jam 5 subuh. Bisa dipastikan sebagai backpacker sejati yang sangat peduli masalah alam, saya tidak akan membuang-buang air bersih untuk pagi sepagi itu, kan sebentar lagi saya bisa mandi sepuasnya dilaut *wink. Tepat jam 5 subuh, mobil sewaan yang akan kami gunakan sudah menjemput kami di depan hotel. Harga sewa mobil ini sebesar Rp.600.000 untuk mengantar dan menjemput kami dari pelabuhan Tanjung Batu. Mobil akan mengantar kami ke pelabuhan yang berjarak sekitar 2 jam dari Berau. Sepanjang perjalanan hanya ada hutan dan bekas tambang pasir yang berkilauan ditempa sinar matahari.

Setelah perjalanan selama 2 jam, kami akhirnya sampai di pelabuhan. Kapal yang sudah kami pesan sebelumnya lewat telepon siap mengantar kami berkeliling selama dua hari ke depan. Yah berhubung belum ada jembatan Suramadu yang menghubungkan antar pulau maka harus naik kapal untuk pergi dari satu pulau ke pulau yang lain. Biaya sewa kapal berkapasitas 10 orang selama dua hari sebesar Rp.1.400.000. Pulau pertama yang saya tuju adalah Pulau Derawan karena di pulau ini banyak penginapan murah dan pemukiman warga sehingga lebih mudah mendapatkan makanan dan belanja saat malam hari. Sesampainya di Pulau Derawan, jurus anak jalan-jalan tidak mau rugi adalah simpan tas ciyat sewa snorkeling set ciyat dan kembali ke kapal ciyat ciyat ciyat. 
Penginapan di Derawan

Pulau Maratua

Karena kami tinggalnya di Pulau Derawan maka, Pulau Derawan berada di prioritas terakhir untuk dieksplor. Pulau pertama yang saya dan teman-teman akan kunjungi adalah Pulau Maratua. Namanya boleh berakhiran “tua” tapi sesampainya di pulau ini maka serasa terdampar di kolam renang. Pulau ini dikelilingi banyak pasir putih tanpa karang sehingga saat kita berenang maka serasa berenang di kolam renang. Selain pasirnya yang sangat putih sehingga mirip kolam renang dengan lantai marmer putih, airnya juga amat jernih sehingga sejauh mata memandang kita masih bisa melihat teman kita berenang di bawah air dengan jelas. Kalau melihat foto-foto bawah air di Pulau Maratua ini, yakinlah ini fotonya diambil di laut bukan di kolam renang semata *wink. 

Di Pulau Maratua ini juga terdapat penginapan kelas menengah ke atas. Nampaknya pernginapan ini juga satu-satunya penginapan di Pulau ini. Sehingga ada aturan yang amat saya sesalkan yang berlaku di hotel ini yang amat sangat membahayakan keselamatan pengunjung lain. “Pihak hotel dilarang menjual makanan dan minuman kepada pengunjung yang tidak menginap di penginapan tersebut”. What the hahahhahaha, setelah capek berenang, berjalan menyusuri pantai dan tertawa cekikikan, maka haus pun melanda. Setiap orang hanya membawa air minum sebanyak satu botol mineral 500ml yang tentu saja sudah hampir habis diminum. “Apa yang akan terjadi kepada kami semua di sisa perjalanan sedangkan masih banyak pulau yang harus kami kunjungi?”

Pulau Kakaban

Tidak berlama-lama di Pulau Maratua, pulau berikutnya yang saya dan teman-teman kunjungi adalah Pulau Kakaban. Setiap pulau tentu punya ciri khas sendiri. Di Pulau Kakaban ini, saya dapat menikmati dua hal sekaligus, yaitu berenang diantara karang dan juga berenang di dalam danau. Pertama saya akan menceritakan tentang berenang di tengah danau. Danau ini terdapat di tengah Pulau Kakaban. Hal yang menarik dari danau tersebut adalah terdapat banyak ubur-ubur yang hidup di sana, sehingga saya dapat berenang bersama. 
Tidak usah khawatir karena ubur-ubur yang terdapat di sini bukan ubur-ubur laut dengan tentakel panjang dan mengeluarkan bisa. Ubur-ubur di tengah danau ini bentuknya seperti ikon jamur di film kartun. Kepala gede badan gendut dan pendek-pendek. Saat kita berenang di tengah danau, semakin banyak air danau yang bergemercik semakin banyak ubur-ubur yang akan mendekati kita. Ceritanya yah seperti kayak lagi di film barat dimana ada adegan anak-anak SMA yang sedang jatuh cinta pergi ke tengah danau dan berenang di sana *wink.

Setelah puas berfoto-foto dengan ubur-ubur cupu ini (karena nggak beracun), kini saatnya kembali ke laut untuk berenang bersama karang. Saat kembali berjalan menuju laut, air laut sudah mulai pasang sehingga dari pinggir dermaga kita sudah bisa langsung berenang tanpa perlu berjalan melewati karang-karang. Pemandangan bawah laut Pulau Kakaban pun menimbulkan perasaan takjub diselingi ketakutan tersendiri. Bentuk bawah laut pulau Kakaban ini berupa tebing yang memiliki kedalaman puluhan meter dibawah laut. Sehingga bagi yang belum bisa berenang, harus lebih berhati-hati karena arus yang cukup kuat dapat membawa kita hingga ke atas tebing. Setelah berenang berjam-jam akhirnya kepala saya pening dan akhirnya saya kembali ke atas kapal terlebih dahulu. Entah petaka atau kebodohan apa yang terjadi kepada kami sampai-sampai tidak sarapan, masing-masing cuma bawa air mineral 500ml untuk seharian serta berenang berjam-jam dan di Pulau Kakaban ini. Jangankan penjual makanan, kehidupan pun tidak ada ya Tuhan!. Untung salah satu adik teman saya membawa sedus makanan ringan langsung dari Bangka. Hanya kerupuk ini yang menyelamatkan kami untuk tetap hidup tanpa kelaparan. Setelah mau mati dehidrasi karena mata sudah berkunang-kunang, tiba-tiba seorang bapak dari kapal sebelah yang juga mengantar penumpang muncul sebagai malaikat. Bapak tersebut membawa air mineral kemasan gelas yang banyak dan dibagi-bagikan untuk saya dan teman-teman. Akhirnya kami hidup lagi sodara-sodara.

Menjelang matahari terbenam, kami melanjutkan perjalanan menuju salah satu kepulauan yang bernama Pulau Sangalaki. Pulau ini memang harus dikunjungi sore hari karena dalam perjalanan menuju ke pulau Sangalaki tersebut, saya dan teman-teman dapat bertemu dengan  segerombolan besar ikan pari yang sedang bermigrasi. Pemandangan tersebut sungguh menakjubkan, karena ikan pari terlihat dimana-mana!. Kalau pandai berenang tidak ada salahnya untuk turun ke dalam laut dan melihat ikan pari berenang (note: mo cari mati kamu? Ekornya pari kan beracun kaliii). Berhati-hati saja dengan arus laut yang sangat kuat disini. Setelah kelompok migrasi ikan pari ini berlalu, perjalanan ke Pulau Sangalaki pun kembali dilanjutkan. Di pulau ini, saya dan teman-teman datang untuk melihat tempat penangkaran penyu. Penyu-penyu tersebut akan dilepaskan kembali ke laut setiap matahari terbenam.
Menjelang malam, kami segera kembali ke Pulau Derawan untuk beristirahat. Tidak seperti di Kepulauan Seribu, jarak antara pulau di Kepuluan Derawan ini memakan waktu sekitar 1 sampai dengan 1,5 jam sehingga setelah seharian, saya dan teman-teman hanya dapat mengunjungi 3 pulau yang memang selalu menjadi tujuan wisata di Kepulauan Derawan. Kehidupan malam Kepulauan Derawan ini ternyata ramai juga, banyak terdapat cafĂ©, bar dan restoran yang kebanyakan dikunjungi oleh wisatawan asing. Ada dua tempat makan yang bisa diandalkan rasanya di Pulau Derawan ini yaitu Restoran Agusty  untuk makan Seafood dan Restoran "xxx" lokasinya didekat dermaga masuk derawan. Ini enak untuk makan rasa rumahan dengan anggaran sekitar Rp.20.000-40.000 sekali makan. Menghabiskan malam yang semakin larut bersama teman-teman di beranda penginapan yang menghadap ke laut juga sangat menyenangkan apalagi penginapan ini menyiapkan air panas untuk merebus kopi, teh dan indomie hingga pagi.

Pulau Derawan



Keesokan harinya, saya dan teman-teman sudah nongkrong di pinggir dermaga di depan penginapan kami. Ada sekelompok penyu yang sedang berenang di bawah dermaga. Betapa beruntungnya kami, karena tidak harus mencari penyu ditengah laut, malah penyu yang mendekati kami. Untuk memancing penyu datang gunakan daun pisang yang ujungnya telah diikat sehingga dapat ditarik dari atas dermaga. Ada yang bertugas menarik-narik daun pisang tersebut dari atas, sedangkan ada pula yang harus turun mengabadikan moment ini. Secara aklamasi saya memilih diri saya sendiri untuk bergabung dengan tim bawah laut untuk berenang dan berfoto-foto dengan penyu. Sumpah yah, yang namany penyu itu bener-bener “unyu” sesuai namanya. Udah dia yang ukurannnya gede pas berenang-berenang terus tatap-tatapan mata dengan saya, malah dia yang kabur duluan. Tapi ada juga penyu yang cuek bebek eh salah cuek penyu. Selama dia makan, mau ada manusia berapa banyak di sekitar dan dan megang-megang dia tetap aja donk dia anteng makannya *swt.
Setelah para penyu ini pergi, maka saatnya juga bagi kami untuk pergi mengitari Pulau Derawan. Salah satu spot yang harus dikunjungi adalah dermaga di salah satu penginapan mahal di pulau ini. Tepat di ujung dermaga, ada pemandangan bawah laut yang jernih, banyak karang dan ikan berwarna-warni yang benar-benar memanjakan mata. Cobalah salah satu atraksi loncat dari ujung dermaga, perasaaannya benar-benar what the Huft! Amazing!. Demikian kisah singkat perjalanan ke salah satu pulau cantik di Kalimantan Timur, semoga kamu mempunyai pengalaman yang lebih berkesan lagi. Have a Good Trip *wink

Literary:
Tiket Pesawat Balikpapan-Berau: 
Rp. 600.000 - Rp. 1.000.000/ Orang/ PP
Sewa Mobil Berau- Tanjung Batu: Rp. 300.000- Rp 350.000/ sekali jalan
Sewa Kapal dari Tanjung Batu + Keliling Pulau: Rp. 1.400.000 - Rp 1.500.000 / dua hari
Penginapan di Berau: Rp. 250.000, ++/ Malam/ 3-4 Orang
Penginapan di Derawan: Rp. 200.000, ++/ Malam/ 3-4 Orang
Makan: Rp 30.000-Rp. 50.000/ orang/ sekali makan
Contact Person: Susanto (08998715326)

Cerita oleh Tenri Ake
Editor: Cita Nursyadzaly

Minggu, 23 Oktober 2011

Deadline nge-Blog

Asal muasal Makan sambil Jalan *wink

Si penulis mempunyai hubungan percintaan jarak Jauh. Long distance relationship ini mengakibatkan penulis mulai mencari kesibukan dengan cara nebeng diberbagai acara teman.

Case I.
Penulis: Eh A lo ngapain weekend ini?
A: Gw sih ada rencana jalan ama temen gw
Penulis: Gw ikut donk, gw janji langsung sksdst ama temen lo jd lo ngak perlu suseh-suseh bikin gw berbaur.ok?
A: ^%&^%$#$^%^&^&...yaudah ok

Case II.
*ngecek-ngecek FB teman-temannya. Monolog," si B ini rajin bener yah keluar kota".
Penulis: B lo sering banget yah jalan keluar kota. Ajak gw donk kemana aja lo pergi.
B: gw minggu ini mau pergi keluar kota mau kegunung ama temen-temen gw.
Penulis: Monolog," mampus gw kan ngak pernah naik gunung? ah dari pada ngak ngapa-ngapain". Ok! Pas! Gw ikut berarti.

Case III.
Penulis: Happy bday C...wish all the best bblablalblabla
C: Terima kasih Penulis
Penulis: Lo mau rayain ultah lo dimana?
C: Belum tau, menurut lo dimana yah bagusnya?
Penulis: Kita keluar kota aja, ada tempat bagus namanya AAA,BBB,CCC kalo menurut gw kita ke AAA aja gw udah survey kita nginep disini, ngunjungin ini, trus begini-begini (*pembaca dilarang ngeres)
C: Ok dagh kalo gtu
Penulis: gw hubungin anak-anak yah berarti.

Case IV.
Penulis: Monolog," Asik entar lagi udah diassign ke project luar kota lagi nigh. Jalan-jalan *joget India".
Minggu pertama di project
Penulis: Teman-teman katanya disini ada DDD, kesana yuk.
Teman: Mauuuuuu, Ayu!! Sekarang aja *Gaduh
Minggu kedua diproject
Penulis: Teman-teman katanya disini ada EEE, kesana yuk.
Teman: Ayoooooo!!
Teman 1: Gw ngak ikut degh *satu gugur
Minggu ketiga diproject
Penulis: Teman-teman disini ada FFF, kesana yuk.
Teman: Jangan sekarang degh nanti dl, banyak deadline minggu depan aja
Penulis: Justru banyak deadline makanya kita harus jalan
Teman: Skip dulu degh
Penulis: Mulai menjalankan strategi CASE I,II,III lagi *wink

Lingkaran inilah yang membuat berbagai cerita muncul diblog ini setiap bulannya bahkan setiap minggunya. Satu keganjilan yang terjadi adalah kenapa sekarang menulis blog pake Deadline???...

Penyebabnya:
1. Jalan-jalan pamer di twitter @foodnfeet
2. Mengumpulkan foto-foto yahud selama perjalanan
3.Mengupload semua foto di akun www.facebook.com/tenriake
4.Teman-teman termakan cerita dan foto-foto mulai nanya-nanya cara kesananya
5. Akhirnya update cerita di blog dan dishare ke teman-teman *tetap dalam rangka pamer.
6. Ngak diupdate di tanya detail gimana-gimananya..makin lama ngak diupdate makin banyak yang nanya
7 Akhirnya meng-update cerita sesegera mungkin supaya kalau ada yang nanya cukup kasi link blog saja *wink...

Lalallaallalalla dan weekend saya sekarang ini, benar-benar produktif karena menghasilkan 4 karya pendingan dari 10 karya yang seharusnya diupdate. Blogs pun pake deadline *swt #sukadukaBloger

Minggu, 16 Oktober 2011

Kota Tua Batavia

Museum Bank Indonesia
Museum Bank Indonesia

Setelah lelah dengan kehidupan kerja-kosan-kerja-kosan dan berbagai deadlineyang menimpa kini saatnya untuk berjalan-jalan. Jalan-jalan kali ini lebih santai dari pada biasanya karena minggu yang masih sangat melelahkan masih tepat di depan mata, jadi saya memilih untuk berkeliling museum saja di kota Jakarta ini. Ada puluhan museum yang terdapat di kota Jakarta, tapi jangan khawatir karena lokasi kumpulan museum yang paling terkenal adalah di daerah kota tua. Di kompleks kota tua terdapat sekitar 5 museum yaitu Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum Wayang, Museum Fatahillah dan Museum Keramik. Museum ini buka dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00 WIB. Kalau mau mengunjungi ke lima museum ini dalam waktu sehari sebaiknya datang sekurang-kurangnya pukul 10 pagi karena pada umumnya dibutuhkan waktu 1-2 jam untuk melihat koleksi-koleksi menarik disetiap museum.
 
Pintu Start Tour Museum BI

Tidak perlu berlama-lama, kunjungan pertama saya adalah ke museum Bank Indonesia. Untuk masuk ke museum Bank Indonesia ini kita hanya perlu membawa diri saja karena tidak dikenakan uang masuk dan barang-barang seperti tas harus dititipkan sebelum masuk ke dalam museum. Garis besar museum bank Indonesia ini adalah menceritakan sejarah peredaran uang di Indonesia sejak zaman barter sampai zaman modern seperti sekarang ini. Tidak hanya itu saja, sejarah kebijakan perbankan, krisis yang melanda keuangan Indonesia pada zaman presiden Soekarno dan presiden Soeharto pada tahun 1997-1998 juga diceritakan. Alur perjalanan museum benar-benar membawa kita dari masa lalu hingga masa sekarang.    

Atraktif Billboard

Video Kerusuhan Krisi Ekonomi 1998

Theater Museum Bank Indonesia

Museum Bank Indonesia termasuk museum baru yang didirikan di kawasan kota tua dan nampaknya ini adalah museum modern pertama di Indonesia yang memiliki banyak media atraktif seperti information LCD, mainan atraktif, theater room, dan yang paling penting ini satu-satunya museum yang full AC di kota tua *wink. Tidak hanya tentang sejarah keuangan di Indonesia, museum Bank Indonesia pun memiliki ruang display mata uang dari berbagai negara yang disusun secara menarik di ruang display dengan gaya dan alat-alat modern. 

Underground Display Baju Pahlawan dan Kompeni

Bank Indonesia lagi Nyari Wajah Buat Gantiin Ibu Kartini

Atraktif Tools Buat Liat Uang Sebesar Kuku Jari

Atraktif Sample Rasanya Megang Emas Batangan
Atraktif Lemari Kaca untuk Melihat Display Uang Berbagai Negara

Museum Bank Mandiri

Museum berikutnya adalah museum Bank Mandiri, sama-sama museum bank tapi apa yang ditampilkan dan garis besar yang ingin disampaikan tentu saja berbeda. Museum Bank Mandiri lebih menceritakan tentang sejarah Bank Batavia yang secara kebetulan bangunan museum ini adalah bangunan asli Bank Batavia jaman kompeni. Untuk masuk kedalam museum kita harus membayar kontribusi sebesar Rp.2000  namun untuk pelajar, mahasiswa dan nasabah bank Mandiri Gretongggg cin!.
Lobby Bank Batavia

Kebanyakan isi museum bank Mandiri adalah alat-alat yang digunakan dalam kegiatan perbankan dari jaman kompeni sampai sekarang. Terdapat mesin ketik segede gaban, alat hitung yang berevolusi, mesin ATM yang nampaknya bisa masukin 2 orang didalamnya, CPU yang lebarnya selebar saya dan tingginya sepinggang saya. Saya tidak kebayang kalau barang itu ada di dalam kamar kosan saya, bingung saya mau tidur dimana heheheh.

Evolusi Disket to Flashdisk

Evolusi PC

Evolusi Mesin Ketik
Vault BI

Di dalam museum bank Mandiri ini terdapat banyak ruangan seperti ruang pertemuan dan ruang yang berada di ruang bawah tanah. Namun alur yang kurang jelas dalam gedung museum ini membuat orang kadang terlewatkan untuk melihat langsung brankas bank yang seluas rumah di bawah tanah. Jadi rajin-rajinlah memperhatikan tanda-tanda jalan untuk mencari tempat menarik ini.
Miniatur Transaksi Keuangan

Hal menarik lainnya yang terdapat dalam museum Bank Mandiri adalah halaman tengah museum yang asri dan rindang. Nyaman untuk dijadikan tempat piknik sebenarnya terutama bagi keluarga yang memiliki anak kecil karena terdapat taman bermain juga di dalamnya. Monolog, “rasa-rasa mau gelar tikar dan tidur siang disaat Jakarta seterik ini”.

Museum Wayang


Museum berikutnya adalah Museum Wayang. Untuk masuk kedalam museum wayang ini, saya harus membayar sebesar Rp.2000  (umum), Rp.1000  (mahasiswa), Rp.600  (pelajar). Dengan harga biaya masuk museum yang semurah ini seharusnya semua pelajaran sejarah dibuatkan museumnya saja. Ini bisa lebih masuk kedalam otak saya daripada saya harus membaca buku sejarah yang tidak pernah terjadi lagi dimasa hidup saya. Monolog, “Gimana cara mau membayangkannya coba? Liat contohnya saja tidak pernah, dibuat filmnya eh malah pakai naga-naga dengan teknologi bapuk yang saya tahu pasti itu bohongan #nomention :P ”. 

Melanjutkan cerita perjalanan saya di Museum Wayang ini, hal menarik di dalam museum wayang adalah terdapat banyak tipe wayang yang sebenarnya menurut saya itu adalah boneka kayu biasa namun ternyata boneka-boneka kayu ini merupakan jenis wayang juga. Sebagian besar dari kita berpikir bahwa wayang itu adalah karakter-karakter yang terbuat dari bahan tipis 2 dimensi, tapi ternyata banyak wayang Indonesia yang terbuat dari boneka kayu 3 dimensi. Selain bentuknya terdapat pula jenis-jenis wayang yang berasal dari berbagai suku di Indonesia. Kalau yang saya kenal sih wayang cepot khas Sunda. Selain wayang khas Indonesia, ada juga wayang-wayang dari berbagai negara yang ditampilkan di museum ini seperti wayang dari Thailand, Inggris, India, dan Cina.
Wayang Lokal 

Wayang China
Wayang Import *wink
Tidak hanya melihat koleksi wayang, setiap akhir pekan selalu ada penampilan wayang yang dimainkan oleh dalang-dalang yang berbeda serta mengangkat cerita yang berbeda-beda pula di setiap penampilannya. Untuk biaya melihat pertunjukkan ini saya tidak dapat menginformasikan karena tidak nonton hehehe.


Sayang disayang saya hanya dapat menceritakan ketiga museum ini. Saat mau melangkah masuk ke Museum Fatahillah, museum tersebut sudah tutup, kalau untuk museum keramik nampaknya pada hari kunjungan saya museum ini memang tidak buka sedari tadi. Tidak usah khawatir tidak usah bersedih *ala-ala penjual obat maklum dialun-alun kota tua terdapat banyak penjual obat, penampilan pantomim, dan berbagai jajanan pasar yang dijual disekitar alun-alun. Untuk menghabiskan waktu yang baru jam 4 sore ini, saya memilih untuk naik sepeda berkeliling area kota tua. Untuk sepeda biasa harga sewa sekitar Rp.10.000  perjamnya sedangkan untuk sepeda tandem harga sewanya Rp.15.000 -20.000  perjamnya. Kita dapat mengendarai sepeda ini keluar kompleks kota tua hingga ke jembatan tua (jembatan pertama pintu masuk perdagangan Batavia) dan ke stasiun kota yang berada di sekitar kompleks kota tua.

Demikianlah sekiranya perjalanan perdana saya di museum kota tua Batavia setelah numpang hidup selama 6 tahun di kota Jakarta. Perjalanan kali ini benar-benar menarik dan tidak kalah menyenangkan dengan bermain dipantai. Sayangi sejarah kita, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjaga sejarahnya“.

Attention!
1.Jangan pakai blitz saat mengambil foto yah, barang-barang yang dipajang itu barang langka yang tidak dapat diambil lagi loh dari masa lalu, jangan sampai warna dan kemewahannya pudar karena blitz foto yang terus menerus kan yah.
2. Ambil foto dengan pajangan-pajangan dalam museum memang bagus untuk profile picture tapi jangan disentuh bisa kali yah? Kalau patah dan kotor siapa yang mau ambil dari masa lalu barang yang sama seperti itu lagi *wink.
Cerita oleh Tenri Ake
Foto oleh Cita Nursyadzaly
Penyunting Cita Nursyadzaly

Sabtu, 01 Oktober 2011

Gua Buniayu

Pantai? SUDAH! Gunung? SUDAH, Next?….Menjelajahi bagian bumi yang lain berada 18 meter di bawah tanah apalagi kalo bukan jelajah GUA. Ini sebenarnya bukan gua pertama yang saya jelajahi sebelumnya ada beberapa gua yang sudah pernah saya masuki namun rasanya seperti masuk ke museum biasa. Bedanya dengan gua yang satu ini adalah BEDA! :p 
Gua Buniayu juga dikenal dengan nama gua Siluman.  Gua ini berlokasi di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Untuk mencapai tempat ini dibutuhkan waktu sekitar 4-6 jam tergantung kecepatan mobil, tingkat kemacetan dan seberapa gila sopir yang mengendarai mobil anda *wink.  Kebanyakan backpacker datang ke lokasi ini untuk caving pada malam hari. Apabila masuk ke dalam gua sekitar jam 12 malam maka perjalanan akan berakhir di mulut gua yang lain sekitar jam 6 pagi yang nantinya akan dilanjutkan dengan mandi di air terjun sekitar gua. Namun masuk ke dalam gua jam 12 siang bagi saya pun tetap berkesan. Namun tentu saja untuk masuk gua jam 12 siang berarti harus berangkat jam 6 subuh dari Jakarta sehingga sesampainya di lokasi bisa makan siang terlebih dahulu sebelum masuk kedalam gua. Kalau untuk penginapan tidak usah bimbang tidak usah bingung bisa minta dicarikan rumah penduduk oleh bapak penjaga villanya. Sebenarnya sih ada penginapan yang jaraknya sekitar 30 menit dari gua tapi saya tidak jamin ada yang mau nyetir buat balik ke villa lagi kalau sudah keluar dari mulut gua *wink. Tidak mahal kok, hanya menghabiskan dana Rp.250-350 ribu permalamnya untuk sewa satu rumah.
Perjalanan sudah , penginapan sudah sekarang kita mulai jelajah guanya. Pertama sampai kita harus menggunakan seragam safety terlebih dahulu sebelum masuk gua. Ada helm, waterpack dan sepatu boot plastik. Berbagai perlengkapannya nampak sudah usang dan robek di berbagai tempat begitu pula sepatu bootnya sehingga muncullah berbagai prasangka. Monolog pikiran negatifnya “gak dirawat banget yah alat-alatnya”, pikiran positif agak negatifnya “apa yang terjadi pada mereka yang menggunakan alat-alat ini sebelum kami ya Tuhan!!!!!!!”. Biaya perlengkapan dan biaya masuk ke dalam gua ditemani 3 orang penjaga guanya sebesar Rp.70.000 perorangnya. Selain menggunakan perlengkapan yang disiapkan pihak pengelola gua buniayau, ingat juga untuk membawa perlengkapan pribadi yaitu senter (bawalah senter kepala), tas kecil yang muat untuk memasukkan botol air mineral tentu saja beserta air di dalamnya dan kamera anti air.
Antrian Masuk Mulut Gua
Barang yang agak makruh untuk dibawa yaitu:
1.Kamera pocket biasa dan kamera gede (lo bakalan nyesel banget ajak mereka ikutan dan menggendongnya tanpa mengeluarkannya)
2. Hape. (mau nelpon siapa? kejebak juga ngak ada sinyal :p)
3. Duit sejuta (ngak ada penjual indomie ama cokelat hangat kok di dalam apalagi penjual souvenir)
Jadi simpanlah barang-barang ini di mobil, tenang saja aman kok.
Setelah perlengkapan perang beres, saya pun masih harus berjalan sekitar 200 meter untuk mencapai mulut gua. Cari mencari mulut gua didepan mata, eh ternyata mulut gua ada didekat kaki saya. Kesan pertama yang cukup menantang dari Gua Buniayu. Saya harus menggunakan alat keselamatan berikutnya untuk masuk terkantuk-kantuk kedalam gua yang jaraknya 18 meter kebawah dari mulut gua. Dibawah tentu saja sudah ada dua penjaga lainnya yang siap menyelamatkan saya tapi semoga mereka tidak perlu melakukan hal tersebut. Saya tidak butuh diselamatkan, saya butuh selamat Tuhan! Please itu beda, itu beda L. Dikarenakan besarnya mulut gua hanya cukup untuk satu orang saja, maka kami harus turun satu persatu. Setelah semuanya berada dibawah, perjalanan akan segera dimulai.
Tergantung-gantung 18 meter dari Dasar Gua Buniayu
Satu jam perjalanan pertama didalam Gua Buniayu, saya disuguhi berbagai ragam bentukan batu-batuan didalam gua ini. Dari batu yang terkikis karena aliran air, batu yang terbentuk dari tetesan air biasa disebut stalaktit dan stalaknit, batu yang berkilau-kilau. Monolog, ”apakah itu emas? tidak, itu pasti berlian? Dan ternyata itu hanya batu kapur :P ”. Tidak hanya itu saja, bentukan batu yang paling aneh juga saya temui disini bentuknya seperti alat kelamin pria dan jumlahnya banyak *pemandangan yang bikin senyum-senyum tapi tetap memandang sodara-sodara waakakakk.


Setelah satu jam pertama, mungkin gua ini tau kali yah saya dan teman-teman dalam hati mengganggap remeh apa yang dimiliki oleh Gua Buniayu. Monolog “kalau isi guanya hanya sekedar tampilan batu-batu heboh amat pake safety segala”.  Perjalanan berikutnya setiap sudut lain dari Gua Buniayu mulai memberikan kejutan-kejutan berbeda. Setelah turun dengan tali dari ketinggian 18 meter ada empat kali perjalanan vertikal lainnya yang benar-benar berkesan bagi saya. Turunan berikutnya adalah saya harus berpegangan pada tali yang hanya dikaitkan di salah satu batu dinding Gua Buniayu. Jangan salah, tali ini pun hanya saya gunakan untuk bergerak mendekati aliran sungai di bawah saya. Pada akhirnya, saya pun harus melepaskan tali tersebut dan menceburkan diri masuk kedalam aliran sungai setinggi perut itu. 
Perjalan vertikal yang menarik berikutnya adalah menaiki tanjakan mulus setinggi 3 meter yang benar-benar lumpur. Karena tanjakan ini tingkat kemiringannya hanya 5’ maka saya harus menggunakan tangga. Jangan mengharapkan tangga lipat atau tangga bambu ditengah hutan. Tangga ini hanya terbuat dari besi tipis. Tiap anak tangganya hanya sepanjang sepatu boot saya dan selebar satu ruas jari. Dengan sepatu boot yang sudah berlumur lumpur tentu saja perjalanan kali ini memakan satu korban yang karena terpeleset, teman saya ini harus meluncur sempurna sejauh 3 meter.
Perjalanan vertikal yang menarik lainnya adalah berjalan mendaki yang karena ini adalah lumpur, maka hampir setiap langkah boot saya harus terjebak dalam lumpur. Monolog, ”menyelamatkan kaki kiri, kanan kejebak. Busetttttttt!!! Udah ah ngak usah pake boot bikin susah”. Perjalanan vertikal terakhir yang juga berkesan, saking terjal dan beceknya lumpur dalam gua Buniayu ini maka seluncuran adalah jalan yang terbaik. Maka jangan heran kalau waterpack yang kami gunakan tadi sudah dalam keadaaan robek-robek terutama dibagian bokong! Yakin dan percaya bahwa seluncuran inilah yang menyebabkan itu semua terjadi.
Lain perjalanan lain pula rintangannya. Kalau berpikir perjalanan vertikal memang sudah seharusnya menyusahkan, perjalanan horizontal pun tidak kalah memakan korbannya. Bagi saya ada 3 perjalanan horizontal yang sangat berkesan bagi saya. Perjalanan horizontal yang pertama tentu saja cukup menyeramkan karena saya harus berjalan di daerah yang miring dan sebut saja itu miring di tengah jurang didalam gua (bingung yah? Yah sekiranya seperti itulah). Udah miring, di tengah jurang dan saya harus melompat ke bagian gua yang lainnya. Belum melompat pun saya sudah lemas, tapi karena ini gerak cepat tiba-tiba saja saya sudah berada di seberang gua Buniayu. Ini yang teman saya sebut, ”saat kita harus melakukan sesuatu, segenap alam semesta akan bantu mewujudkannya”.


Perjalanan horizontal berikutnya adalah berjalan di dalam lumpur yang sekali injak kaki saya langsung tenggelam selutut. Ini benar-benar bikin saya mau nangis saking desperadonya. Gimana mau jalan kalo setiap langkah harus mengangkat sepatu boot dari lumpur dulu yang mana  saya mesti minta bantuan orang lain untuk menariknya. Setelah itu saya tahu kenapa sepatu boot yang kami pakai sudah robek beberapa bagian. Gimana tidak robek kalau ditariknya memang sampai mau robek. Keputusan saya seperti biasa adalah membuka boot, angkat dan berjalan seperti biasa. Paling tidak saya tidak harus capek-capek mencari boot yang tenggelam di dalam lumpur. Tapi ternyata ada teman saya yang entah dia terlalu kreatif atau itu wujud desperado yang lebih dalam. Teman saya benar-benar jalan merangkak badan dari leher hingga ujung kaki rata denga tanah. Benar-benar seperti pasukan perang berani mati melawan Belanda. 

Keluar Mulut Gua Buniayu

The last but not the least, sebelum keluar dari mulut gua pun masih ada satu perjalnan horizontal yang harus saya lalui. Untuk mencapai mulut gua saya harus merangkak. Dengan posisi bersetubuh dengan tanah ini pun jarak badan saya dengan langit-langit gua kurang dari satu jengkal.  
Setelah 6 Jam Perjalanan di Dalam Gua Buniayu
Dan perjalanan 6 jam didalam Gua Buniayu pun berakhir dengan penuh haru. Bagi pendaki gunung perasaan ini sama dengan perasaan kita saat sudah sampai di puncak gunung yang telah kita daki berjam-jam. Benar-benar pengalaman yang sangat berkesan dan harus dicoba.  Sampai jumpa di jalan-jalan berikutnya *wink. 

Itinerary:
  • Biaya penginapan ala rumah penduduk : Rp.250.000 sampai dengan 350.000 / rmh/ malam
  •  Biaya makan 3 kali makan: Rp.30.000/ orang
  • BIaya masuk gua: Rp.70.000 / orang
  • Biaya bensin dan tol: Sekali isi full saja udah bisa untuk PP


Cerita Oleh Tenri Ake
Edit oleh Cita Nursyadzaly
 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver