Sepulangnya dari raja empat, rumah heboh dengan pembicaraan “Gimana
hotelnya sudah dibooking? Jadinya pakai travel yang mana? Kapalnya nanti
bagaimana?”. Bingung dengan pembicaraan ini, akhirnya saya bertanya kepada
suami “Mau kemana?”. Kata suami “kita mau ke Pulau Bidadari”. “Kapan?” tanya
saya. Suami dengan enteng menjawab “akhir minggu ini”. Saya baru sampai Jakarta
dihari Selasa dan hari Minggu ini, kami sekeluarga akan kembali mengunjungi
pantai. Hidup saya setengah bulan ini benar-benar di lautan.
Gampang-gampang susah ternyata mencari paket liburan ke
Pulau Bidadari. Untuk ke resort tersebut sebenarnya gampang namun untuk travel
yang menawarkan liburan Pulau Bidadari dan hopping island 3 pulau (Onrust,
Khayangan dan Kelor) itu yang kurang jelas informasinya. Menjelang hari H
akhirnya kami berhasil mendapatkan paket Rp. 370.000/orang untuk wisata ke
pulau Bidadari, sudah termasuk entrance dan makan siang. Untuk berkeliling 3
pulau tersebut kami cukup membayar Rp. 60.000/orang. Selain itu karena ini trip
keluarga maka diwajibkan banget untuk mengambil satu kamar agar gampang jika
kakek nenek dan bocah-bocah ini mau beristrirahat harganya di Rp. 860.000/kamar.
Hari H pun tiba, kapal kami dijadwalkan berangkat pada pukul
10.00 WIB. Untunglah semua bocah tidak perlu drama untuk bangun paginya. Kami
berjalan santai saja keluar dari rumah pukul 08.30 dengan prediksi sampai di
Ancol sekitar pukul 09.00 WIB. Namun ternyata untuk masuk ke dalam Ancol
sendiri ternyata membutuhkan waktu 1 jam antrian kendaraan. Kami pun sudah panic,
takut ketinggalan kapal. Belum lagi sampainya, belum lagi cari parkirannya.
Namun herannya petugas travel menjelaskan bahwa mereka pasti akan menunggu
kami. Untungnya menjelang jam berangkat, kami pun sudah tiba di dermaga 15,
dermaga ini khusus untuk keberangkatan ke Pulau Bidadari. Benar saja, kapal
pasti akan mengunggu kami, karena hanya kami ber-7 penumpang kapal tersebut.
Ada dua orang lagi yang seharusnya kami tunggu tapi nampaknya mereka menyerah
karena masih terlalu jauh dan macet yang tak berhujung ini.
Pulau Bidadari
Setelah perjalanan 20 menit akhirnya kami sampai juga di
pulau Bidadari. Ternyata Jakarta masih terlihat dari pulau ini. Satu pulau ini
dimiliki private oleh resort Bidadari. Konsepnya villa, jadi seluruh kamar
berkelompok-kelompok sesuai kelasnya. Tidak hanya kamar yang bentukannya
cottage, ada juga beberapa rumah panggung yang mungkin biasa disewa untuk
keluarga yang mau menginap. Tinggal pilih mau yang di daratan atau yang
menjorok ke pantai.
Pantai berpasir putih halus namun tidak dengan airnya.
Banyak pecahan karang yang bentukannya masih besar-besar sehingga agak kurang
nyaman buat anak-anak untuk bermain air dipantai. Ombaknya pun termasuk kuat
dan tinggi. Jadi kali ini bocah-bocah harus digendong bergantian oleh suami
saya ketengah air agar bisa main air. Nampaknya mereka lebih senang untuk
bermain dikolam renang saja. Betul saja, adek Luna yang masih berumur 1 tahun
senangnya bukan main ketika kami memutuskan untuk pindah ke kolam renang.
Mereka bergantian bermain seluncuran yang langsung menuju kolam renang. Kolam
renang ini tingginya hanya sekitar 50 cm jadi aman untuk anak-anak.
Selain wisata pantai, kami pun bisa mengunjungi benteng yang terdapat ditengah-tengah pulau ini. Ada benteng bekar peninggalan Belanda disini. Uniknya benteng ini, hingga saat ini belum ditemuka pintu masuk asli ke dalam benteng. Sehingga untuk masuk ke dalam, pihak resort membuat tangga yang menuju ke atas benteng. Benteng ini juga sering dijadikan sebagai object photo prewedding dengan harga sewa sebesar Rp. 1.200.000/ day. Jika ada yang mau photo prewedding disini saya sarankan langsung ke kantor Pulau Bidadari di Ancol, booking lewat travel bisa mencapai harga Rp. 1.700.000/day.
Pulau Kelor
Setelah makan siang, pukul 14.00 WIB kami pun naik ke kapal
untuk berkeliling pulau lainnya. Sebagai informasi, ada 4 pulau yang dijadikan
pulau wisata sejarah oleh PemProv DKI. Pulau Bidadari, Pulau Onrust, Pulau
Kelor dan Pulau Khayangan. Keempat pulau ini masing-masing memiliki benteng
yang dulunya digunakan oleh Belanda untuk berperang melawan Inggris dan
Portugis. Miniatur Pulau Kelor jaman dahulu seperti kota yang lengkap dengan
pusat pemerintahan, perdangangan dan kesehatannya. Belanda akan bongkat muat
barang dagangan di pulau ini sebelum membawanya ke Batavia.
Pada zamannya, pulau kelor dan pulau khayangan ini juga
sempat digunakan sebagai tempat karantina haji. Masih tersisa reruntuhan asrama
haji di Pulau Kelor dan jembatan yang menghubungkan antara pulau Kelor dan
pulau Khayangan. Jika Pulau Kelor adalah asrama haji maka pulau Khayangan
adalah pusat medis. Oleh karena itu, dibangunlah jembatan yang menghubungkan
kedua pulau ini.
Namun sayangnya perang dan gempa vulkanik Merapi juga
menambil peran dalam runtuhnya bangunan sejarah di kepulauan ini. Banyak
bangunan yang hanya tersisa puing, selain itu terdapat juga kompleks makan
orang-orang Belanda yang meninggal dan dikuburkan di pulau ini. Gedung yang
masih berdiri adalah gedung yang sekarang digunakan sebagai museum sejarah.
Pepohonnan di pulau ini sungguh rindang dan teduh, cocok
sekali dengan cuaca yang sungguh menyengat hari ini. Jika saja rerumputan
disekitar pulau ini dirawat dengan baik, pasti saya dengan senang hati gelar
terpal dan piknik ria disini. Tapia da bagusnya juga tidak perlu sebaik itu,
karena rumputnya bagus bisa jadi berbanding lurus dengan sampah dari sisa
piknik orang-orang. Namun pulau ini termasuk rapi dan bersih, mungkin karena
retribusi wisatawan sebesar Rp. 5000/ orang sehingga pemerintah punya pemasukan
untuk membayar anggota kebersihan yang lebih untuk
mengurusnya.
Setelah berkeliling pulau ini kami pun kembali menuju Pulau Bidadari, saya sempat bersiap-siap untuk turun di pulau Onrust namun kata guide yang membawa kita “kita hanya turun dipulau Kelor karena dermaga dipulau tersebut yang cocok dengan kapal kita belum termasuk ombak yang cukup tinggi saat itu”. Namun setelah saya berkeliling, semua dermaga pulau ini sama saja lebih tinggi dari kapal dan kami harus manjat untuk naik. Padalah pulau Onrust adalah pulau Utama yang ingin kami kunjungi sebenarnya. Jadi Rp. 60.000/orang untuk keliling 3 pulau itu hoax saja rasanya. Iya 3 pulau yang hanya dapat dipandangi saja hahahhhahaha.
mengurusnya.
Setelah berkeliling pulau ini kami pun kembali menuju Pulau Bidadari, saya sempat bersiap-siap untuk turun di pulau Onrust namun kata guide yang membawa kita “kita hanya turun dipulau Kelor karena dermaga dipulau tersebut yang cocok dengan kapal kita belum termasuk ombak yang cukup tinggi saat itu”. Namun setelah saya berkeliling, semua dermaga pulau ini sama saja lebih tinggi dari kapal dan kami harus manjat untuk naik. Padalah pulau Onrust adalah pulau Utama yang ingin kami kunjungi sebenarnya. Jadi Rp. 60.000/orang untuk keliling 3 pulau itu hoax saja rasanya. Iya 3 pulau yang hanya dapat dipandangi saja hahahhhahaha.
Untuk kamu yang tertarik mengunjungi ke empat pulau ini,
mungkin bisa naik dari muara Angke atau Muara Karang saja. Cukup bayar Rp.
35.000/orang untuk sampai di pulau Kelor dan Rp. 75.000/ orang untuk
berkeliling pulau. Cuma ini bentuknya benar-benar seperti naik angkot, diatas
kapal kita akan duduk bersamping-sampingan hingga atas hingga bawah tidak ada
space kosong yang terlewatkan *wink.
Pulau Onrust |
Pulau Khayangan |
Photo by: Cita Nursyadzaly
Tenri Ake
0 komentar:
Posting Komentar