Senin, 24 Juli 2017

Raja Ampat Day 3 - Piaynemo, Telaga Bintang, Arborek, Sawindarek dan Sorong

Tibalah hari terakhir perjalanan kami. Bangun pagi kali ini terasa lebih berat karena semalam ada acara musik hingga larut malam. Semua menikmati malam di Prajas dengan bernyanyi dan menari bersama crew dari Kurkapa. "Apa yang terjadi di Papua, tertinggal di Papua" hahahahahah

Bangun pagi ini diawali dengan krisis air karena air dan listrik baru akan menyala maupun mengalir sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Contohnya listrik baru menyala setelah jam 18.00 WIT sedangkan air baru mengalir setelah jam 06.00 WIT. Jadi isilah bak mandi hingga penuh pada malam hari agar besok paginya bisa mandi lebih dahulu. Tidak berhenti disitu saja, pekerjaan packing barang ini terasa tidak ada akhirnya dan beranak pinak, padahal kami hanya memiliki baju kotor dan basah sebagai oleh-oleh. Siap tidak siap kami sudah harus berangkat jam 07.00 WIT agar kami bisa menghemat waktu selama perjalanan pulang sore nantinya. Angin selatan masih terus berhembus dan mencemaskan untuk perjalanan pulang yang sebagian besar melewati laut terbuka dari Raja Ampat menuju Sorong. Let's Go!!

Piaynemo



Hari ini kembali diawali dengan mendaki puncak. Spotnya sama untuk mendapatkan pemandangan pion-pion perbukitan kars dari atas. Namun hari ini kami mengunjungi puncak kars yang lebih wisatawan. Namanya Pianemo, tingginya tidak jauh berbeda dengan Wayag namun disini sudah ada tangga untuk mencapai puncak, bahkan saat saya datang, sedang ada pengerjaan tangga pada sisi yang lain mungkin untuk mengatur akses naik turunnya wisatawan. Photo spot pianemo ini pun pas kalian temukan di instagram orang-orang yang sudah pernah ke Raja Ampat baik itu one day trip maupun yang trip 4D3N.

Meskipun naik tangga, namun tenaga kami yang tersisa di hari ke-3 ini sudah seperti handphone lowbaterai, hanya mantra tidak mau rugi yang selalu kami ucapkan setiap kali melihat bukit-bukit yang harus kami daki *wink. Sesampainya diatas, pemandangannya tidak kalah dengan Wayag, bahkan pagar pembatas untuk anjungan berfoto memberi kesan mahal bet yah liburan ke Raja Ampat hahahaha. Suami saya bahkan sempat berpikir bahwa phot spot ini adalah anjungan salah satu resort di Raja Ampat.




Setelah berfoto sana sini dan moment menari lagu Despasito bersama bule Spain yang senang banget karena kita menyanyikan lagu yang sama selama di puncak Pianemo, akhirnya kami memutuskan untuk turun kembali. Saya turun agak dibelakang karena masih sibuk foto-foto dianak tangga Pianemo, sesampainya dibawah tour guide kami tiba-tiba menyebutkan nama kami kepada petugas dengan nama yang berbeda. Ketika aparat mengkonfirmasi, akhirnya kami pun terpaksa mengiyakan dengan wajah bingung. Namun saat kami ditanyakan nama belakang, cengoklah kami semua. Petugas ini adalah aparat pemerintah yang menarik retribusi kunjungan wisatawan ke Raja Ampat. Nama retribusi tersebut adalah PIN dengan jumlah Rp. 500.000/ wisatawan lokal dan Rp. 1.000.000/ wisatawan mancanegara. Setelah pembayaran PIN maka setiap orang akan mendapatkan kartu/pin yang bisa digunakan kembali dalam jangka waktu 1 tahun ke depan. Jadi jika dalam waktu setahun kita akan kembali ke Raja Ampat, pada kunjungan berikutnya kita cukup menunjukkan PIN tersebut kepada petugas. Dalam paket yang kami bayarkan sebenarnya sudah termasuk harga PIN ini, namun pihak travel tidak membayarkan retribusi tersebut. Akhirnya dengan nego antara crew dan pihak berwenang, maka guide kami harus menyelesaikan transaksi tersebut terlebih dahulu sebelum kami semua melanjutkan kembali perjalanan kami.


Telaga Bintang



Tidak berlokasi jauh dari spot sebelumnya, kali ini kami kembali naik ke puncka bukti kars yang namanya telaga bintang. Nama ini diberikan karena setelah sampai diatas kama kami dapat melihat telaga berbentuk bintang. Penting sekaliiiiiiii!! hahahahaha yah penting buat berfoto. Untuk menaiki telaga ini juga lebih gampang. Meskipun tidak ada tangga kayu permanen namun sudah ada pijakan semen berbentuk seperti tangga ditaman sehingga lebih mudah untuk mendakinya. Puncaknya pun tidak terlalu tinggi dari bawah saja kita sudah dapat langsung melihat puncak telaga tersebut. Meskipun photo spotnya diatas tetap harus berdiri dipinggir jurang, jadi dipastikan kami tetap sedikit merayap dan berhati-hati saat berfoto.

Setelah turun dari telaga bintang, tour guide kembali menanyakan "kita ke telaga manta?". Kami bertanya "bukannya manta sedang tidak lewat? katanya bukan musimnya?". "Telaga manta itu sama seperti telaga bintang, bentuknya saja yang seperti manta", jelas tour guide kami. Dengan spontan kali ini kami menjawab "Tidakkkkk, snorkling saja". Yah begitulah namanya wisatawan, pada saat vendor selection, milih travel yang paling banyak menawarkan spot bahkan sampai 18 spot, pada kenyataannya saat sudah lelah, lebih pilih untuk tidak perlu mengunjugi semua spot *wink.

Tangga Telaga Bintang

Arborek



Sebelum snorkeling tentu saja kami harus makan siang terlebih dahulu. Kami memilih Arborek sebagai tempat untuk makan siang. Cukup melipir ke dermaganya kami pun bisa makan siang disalah satu anjungan. Setelah makan siang, tidak perlu menunggu lama, kami pun segera turun ke air.

Arborek dikenal sebagai spot feeding fish, bagaimana tidak, hanya turun kebawah dermaga saja seluruh ikan sudah segera menghampiri. Baik ikan dengan warna yang seragam seperti berbaris rapi kesana kemari, hingga ikan yang kaya warna yang lebih berpencar bahkan berenang sendiri-sendiri.
Ada sisa nasi atau roti bahkan biskuit yang belum habis bisa diberikan untuk ikan-ikan ini. Mungkin karena tuntutan hidup, tuntutan pekerjaan sebagai ikan wisata atau karena mereka sudah selera tinggi, semua yang kita berikan pasti segera disambar.

Spot snorking tentu saja tidak hanya dibawah dermaga, sekitar dermaga pun masih banyak ikannya. Namun dikarenakan arus bawah laut yang cukup kuat, maka bagi yang perenang cupuers ada baiknya dibawah dermaga. Meskipun keseret, yah keseretnya hingga kedermaga saja.




Sawindarek

Menjelang sore, kami pun harus segera berpindah tempat ke Sawindarek dan Yenbuba. Kalau Arborek terkenal dengan ikannya yang banyak, sawindarek ini terkenal dengan karanngnya. Sebutkan saja jenis karang yang kalian mau lihat di Raja Ampat, semuanya ada di Sawindarek.

Benar saja, sesampainya kami disana, kami dapat melihat hamparan karang dari atas kapal. Terlebih lagi saat kami sudah turun kebawah, sejauh kami snorkling tidak pernah ada habisnya susunan karang ini saling berikatan. Ikan-ikan di sini pun besar-besar, meskipun tahu mereka tidak berbahaya, namun tetap saja shock melihat ikan lebih lebar dari muka saya berenang-renang bergerombol melewati saya. Tidak hanya ikan, kami pun sempat menemukan teripang yang panjangnya selengan (photo tidak dapat ditampilkan karena bisa kena denda). Yah kena denda, kita tidak boleh memegang karang dan satwa laut untuk menjaga alam tetap jauh dari sentuhan manusia. Untuk urusan kesadaran wisata, segenap pelaku wisata disini sudah sadar betul nampaknya.


Kami berenang hingga pusing sendiri dibuatnya, saya memilih naik duluan kedermaga dan tidur saja disana. Hitam, hitam deh nih kulit, rasanya sudah tidak kuat mungkin itu namanya mabuk laut. Teman saya yang kesana kemari untuk free diving pun menyerah dan segera rebahan disamping saya. Jadilah kami seperti ikan asin yang sedang dijemur di dermaga hahahaha. Tidak lama kemudian guide kami menanyakan trip berikutnya "Ayo kita jalan lagi, kita masih akan ke Yenbuba sebelum pulang, biar tidak terlalu sore". "Di Yenbuba apa lagi?" tanya beberapa orang dari kami. "Di Yenbuba juga ada karang tapi ikannya kurang", menjelaskan dengan nada yang tidak menarik lagi untuk promosi. Kami pun menjawab dengan yakin dan kompaknya "Disini aja dulu, tidak perlu ke Yenbuba" hahahaha. Dengan demikian maka genaplah 3 spot yang tidak kami kunjungi Bukit Mansuar, Telaga Manta dan Yenbuba. Kami anaknya gitu sih, gampang bersyukur, dikasi spot sebanyak ini saja kami sudah bahagia (ngeles :p)


Sorong

Setelah dari Sawindarek kami langsung berbalik menuju Sorong, ada yang ganti pakaian ada pula yang kering dibadan (tentu saja saya yang ketegori kedua). Sesampainya disorong ada rasa haru tersendiri berpisah dengan seluruh crew dari Kurkapa. Terima kasih untuk Putu, Pak Amir (paling kebapaan, rasanya seperti liburan dengan om sendiri), Pak Misterius 1 (sumpah bapak ini banyak bertindak, kurang bicara), Ricky (dancer, singer dan candid photographer) dan Mas Ambon Misterius 2 (lupa namanya karena selama hiking tidak pernah satu team dengan nya). Thank you to the moon and back atas service dan kebersamaan yang tiadatara ini. Apa mau dikata cuma bisa bye-bye di dermaga. Hanya leader guide dan supir yang mengantarkan kami kembali ke hotel.

Besok pagi kami akan berangkat dengan penerbangan pertama ke Jakarta, sesaat setelah masuk kamar, semua bergegas untuk mandi dan siap-siap keluar lagi. This is not the end yet guys!.
Kami kembali memesan "grab taxi", jangan salah angkot disini disebutnya taxi sedangkan kami sudah punya langganan angkot yang tinggal ditelpon saja, dan angkotnya siap untuk mengantar kami kesana kemari meskipun bukan jalur angkotnya. Tarifnya normal 50rb/trip (10 orang).

Tujuan pertama kami adalah membeli oleh-oleh Abon Roll. Ada dua pilihan merk roti abon yang terkenal. Kali ini kami membeli merk Billy. Ternyata roti abon ini memiliki toko dibandara, jadi kita bisa pesan dan bayar malam ini untuk diambil besok paginya. Hati senang dan riang tidak perlu membawa kue tersebut kesana kemari. Roti ini pun hanya tahan 3 hari jadi kalau ambil besok, jadinya bisa lebih lama seharikan disimpannya.

Setelah membeli oleh-oleh kami pun melipir ke "Tembok Berlin", saat dikatakan tembok berlin, saya sudah membayangkan kami akan makan seafood didermaga dimana ada tembok bekas penjajahan atau semacamnya. Ternyata ini hanya kumpulan restoran seafood pinggir jalan saja. Dinamakan tembok karena mereka memang dibatasi tanggul untuk mecegah air laut pasang hahahaha. Sudah 10 hari rasanya kami makan seafood disini. Ikan laut yang biasanya mahal di Jakarta, dapat dibeli dengan harga terjangkau disini. Ikan berkisar 65.000 s.d 90.000/ ekornya. Cuminya adalah sotong dan semuanya besar dan segar. Bagi saya yang pemakan ikan laut sedari kecil, tentu tidak ada bosannya bahkan aji mumpung makan ikan sebanyak-banyaknya mumpung masih di Indonesia Timur.

Perut kenyang hati pun riang dan ngantuk pun tiba, maka kami kembali ke hotel dan mengakhiri perjalanan kali ini.

"Work - Save - Travel - Repeat"


Photo by: Putu Wijaya (team)
Tenri Ake
Albert Utama
Ema Sihombing

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Makan sambil Jalan *wink. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver